Transaksi Ekspor Produk UMKM Tembus Rp 1,3 Triliun hingga Juni 2025

Wait 5 sec.

Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan sambutan saat launching Hari Ritel Nasional yang diinisiasi Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) di Auditorium Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (17/7/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparanMenteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkap saat ini salah satu permasalahan bagi pengusaha Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk bisa memasarkan produknya di luar negeri adalah kualitas packaging atau kemasan.Budi mengatakan pembenahan kualitas kemasan membuat produk UMKM menjadi layak dijajakan di luar negeri. Dia mengeklaim dari sisi isi produk, kualitas produk UMKM Indonesia sudah layak ekspor.“Kita tidak kekurangan produk, tapi produk kita kualitasnya mungkin belum kualitas ekspor, itu yang kita benahi. Kita ada pelatihan packaging yang bagus, karena banyak produk setelah kita desain, bisa ekspor,” kata Budi di Bali, Selasa (29/7).Budi kemudian membeberkan hingga akhir Juni 2025 nilai transaksi business matching UMKM dengan 46 perwakilan di 33 negara telah capai USD 87,04 juta atau setara dengan Rp 1,42 triliun (dengan kurs Rp 16.399 per dolar AS).“Januari sampai Juni ini sudah sekitar 609 UMKM terfasilitasi dan transaksinya sudah USD 87,04 juni sudah Rp 1,3 triliun. UMKM ini nggak pernah ketemu, jadi cukup online,” tutur Budi.Dia berharap, langkah UMKM untuk mengekspor produk ke luar negeri ini bisa turut mengerek kinerja ekspor Indonesia. Dia mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) soal kenaikan ekspor 6,95 persen Januari-Mei 2025.Terlebih saat ini Indonesia telah membuka pasar ekspor baru dengan rampungnya berbagai perjanjian dagang dengan beberapa negara, seperti Kanada yaitu Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership/ICA-CEPA lalu Rusia, Belarus, Kazakhstan, Armenia, dan Kirgistan melalui Indonesia–Eurasian Economic Union Free Trade Agreement (I–EAEU FTA).Kemudian saat ini perjanjian dagang untuk ekspor ke pasar 27 negara di Eropa atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA) juga sudah tahap finalisasi.“Ini kesempatan besar kita untuk masuk pasar Uni eropa. Nanti banyak tarifnya yang nol. Banyak negara yang belum punya perjanjian dagang dengan EU. Di asean belum banyak, kita salah satu yang sudah melakukan perjanjian itu,” imbuhnya.Kemudian terkait dengan tarif ekspor 19 persen untuk ekspor ke Amerika Serikat (AS), Budi meyakini Indonesia masih memiliki kesempatan luas untuk tetap memasarkan produk di negara yang dipimpin Donald Trump itu. Sebab tarif yang dikenakan terbilang kecil dibandingkan dengan negara lain di ASEAN.Dia juga tidak khawatir dengan gelontoran produk impor AS yang dikenakan tarif 0 persen atau bebas akses pasar domestik Indonesia. “Kan yang diimpor produk–produk gandum, minyak, (elektronik) enggak. Kemudian kedelai kalau kedelai udah dari dulu,” tuturnya.Di kawasan ASEAN, hanya Singapura yang menerima tarif Trump lebih rendah dari Indonesia, yakni 10 persen. Di antara negara-negara Asia Tenggara, Laos dikenai tarif cukup tinggi sebesar 40 persen, disusul Thailand sebesar 36 persen, dan Kamboja yang dikenai tarif sebesar 35 persen.Kemudian negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam dikenai tarif impor sebesar 25 persen dan 20 persen.