Roket Elon Musk Meledak, Bahama Murka! Kesepakatan Rahasia SpaceX Terancam Batal Total

Wait 5 sec.

Roket Starship milik SpaceX (foto: x @SpaceX)JAKARTA - Upaya ekspansi global SpaceX untuk memperluas operasi peluncuran roketnya justru mendapat tantangan besar di Bahama. Negara yang awalnya diharapkan sebagai kerja sama strategis yang menguntungkan kedua pihak kini berubah menjadi kontroversi politik dan lingkungan yang memicu ketegangan internal di pemerintahan negara kepulauan tersebut.Pada awal 2024, SpaceX menandatangani kesepakatan dengan Wakil Perdana Menteri Bahama, Chester Cooper, untuk mengizinkan pendaratan pendorong roket Falcon 9 di wilayah perairan Bahama. Sebagai "bonus", perusahaan milik Elon Musk itu menawarkan terminal internet Starlink gratis untuk kapal militer Bahama. Namun, menurut sejumlah sumber, kesepakatan itu disetujui tanpa berkonsultasi dengan sejumlah menteri kunci lainnya — memicu ketidakpuasan dan kecurigaan di dalam kabinet.Masalah kian parah ketika pada Maret 2025, roket Starship milik SpaceX meledak dalam uji coba di atas perairan Karibia dan mengirimkan puing-puing ke beberapa pulau Bahama. Meskipun pemerintah menyatakan bahwa tidak ada material beracun atau dampak lingkungan signifikan yang ditemukan, kejadian tersebut membuat banyak warga dan pejabat mempertanyakan keamanan dan transparansi kerja sama dengan SpaceX."Ledakan Starship memperkuat penolakan warga agar kami bisa menjawab semua pertanyaan tentang keselamatan dan kedaulatan wilayah udara nasional," ujar Arana Pyfrom, pejabat senior di Departemen Perencanaan dan Perlindungan Lingkungan Bahama, dikutip VOI dari Reuters.Pemerintah Bahama pun pada April 2025 secara resmi menangguhkan kesepakatan pendaratan roket SpaceX dan menuntut investigasi pasca-peluncuran sebagai syarat sebelum mempertimbangkan untuk melanjutkan kerja sama.Starlink Sebagai Alat TawarBagi SpaceX, pemberian akses internet Starlink kepada kapal pertahanan Bahama tampaknya menjadi bagian dari strategi diplomasi roket perusahaan, untuk memuluskan izin pendaratan roket di wilayah asing. Dengan pendaratan booster Falcon 9 di Bahama, SpaceX bisa menghemat bahan bakar dan membawa muatan lebih berat ke orbit — memberikan keuntungan besar secara logistik dan finansial.Sebagai bagian dari kesepakatan, SpaceX juga menjanjikan:- Donasi sebesar  1 juta dolar AS ke Universitas Bahama- Seminar kuartalan tentang sains dan teknik- Biaya  100.000 dolar AS per pendaratan sesuai dengan regulasi ruang angkasa BahamaNamun, tawaran menarik ini gagal meredakan kekhawatiran warga dan pejabat terkait keselamatan publik dan dampak ekologis.Ketegangan dengan Pemerintah LokalKemarahan semakin meningkat setelah diketahui bahwa kesepakatan dengan SpaceX dilakukan secara sepihak. Joe Darville, ketua organisasi lingkungan Save The Bays, menyebut perjanjian itu sebagai "kesepakatan rahasia" yang merusak kepercayaan publik."Kesepakatan seperti ini tidak seharusnya dilakukan tanpa konsultasi publik," katanya.Masih belum diketahui nilai sebenarnya dari perangkat Starlink yang diberikan, atau jumlah kapal yang mendapat instalasi. Militer Bahama pun belum memberikan komentar resmi. Namun, investigasi yang dilakukan oleh pemerintah kini tengah meninjau laporan dampak lingkungan dari pendaratan booster pertama yang berlangsung pada Februari lalu di lepas pantai Exuma.Matthew Bastian, seorang pensiunan insinyur asal Kanada, menjadi saksi langsung insiden meledaknya Starship dari atas kapal layar miliknya di dekat Kepulauan Ragged, Bahama."Aku kira itu bulan yang terbit, tapi ternyata itu bola api raksasa," ungkapnya. "Saya sempat berpikir, 'keren juga', tapi kemudian saya sadar — kalau serpihan roket itu jatuh ke kapal saya, bisa tenggelam seketika."Dalam hitungan hari setelah ledakan, SpaceX mengirim tim pencari dengan helikopter, speedboat, dan peralatan sonar untuk mencari dan mengangkut puing-puing dari dasar laut ke kapal besar mereka. Wakil Presiden peluncuran SpaceX, Kiko Dontchev, bahkan hadir langsung dan meyakinkan media bahwa Falcon 9 dan Starship adalah dua roket berbeda — seolah berusaha meredakan kekhawatiran publik.Insiden di Bahama bukan satu-satunya masalah SpaceX. Presiden Meksiko, Claudia Sheinbaum, bulan lalu menyatakan kemungkinan akan menggugat SpaceX atas kontaminasi akibat puing-puing Starship yang jatuh di wilayah perbatasan negaranya.Dengan Elon Musk sebagai figur yang semakin kontroversial secara global, terutama setelah konflik politiknya dengan Presiden AS, Donald Trump, dan berbagai pemerintah asing, ekspansi internasional SpaceX kini menghadapi tantangan geopolitik yang serius. Untuk menjadikan Starlink sebagai sumber pendanaan utama misi Mars, SpaceX harus meraih kepercayaan negara-negara mitra — sesuatu yang kini semakin sulit diraih.Menurut dua pejabat Bahama, pendaratan booster Falcon 9 masih mungkin dilanjutkan pada musim panas ini, tergantung pada hasil kajian ulang regulasi reentry dan laporan lingkungan. Pemerintah tengah menyusun ulang peraturan agar proses persetujuan di masa depan lebih transparan dan berbasis kajian ilmiah.Namun bagi sebagian warga Bahama, kerusakan kepercayaan sudah terjadi. "Saya tidak benci eksplorasi luar angkasa," kata Pyfrom, "tapi saya peduli pada kedaulatan wilayah udara negara saya."Dengan ambisi Elon Musk yang tak terbendung dan rencana peluncuran Starship berikutnya dalam tiga minggu ke depan, dunia akan terus memantau: apakah SpaceX bisa belajar dari kesalahan diplomasi roketnya — atau justru kembali mengulangnya di tempat lain.