Khalil Al-Hayya. (Sumber: IRNA)JAKARTA - Kelompok militan Palestina Hamas berencana mempertegas posisinya dalam negosiasi gencatan senjata konflik di Jalur Gaza, menyusul penarikan diri delegasi Israel dan Amerika Serikat dari perundingan di Doha, Qatar pekan lalu, menurut sumber yang dekat dengan delegasi Hamas."Setelah pihak Israel mundur dari negosiasi, Hamas mempertimbangkan untuk membatalkan fleksibilitas yang telah ditunjukkannya terkait tenggat waktu pembebasan 10 warga Israel yang masih hidup," kata sumber tersebut, melansir CNN 29 Juli.Kerangka kerja yang sebelumnya disponsori Amerika Serikat mencakup pembebasan 10 sandera Israel dan pemulangan jenazah 18 sandera yang telah meninggal dengan imbalan tahanan Palestina yang menjalani hukuman seumur hidup dan warga Palestina dari Gaza yang ditahan sejak perang dimulai.Berdasarkan kerangka kerja yang diusulkan, delapan sandera akan dibebaskan pada hari pertama perjanjian gencatan senjata 60 hari; separuh lainnya akan dibebaskan pada hari ketujuh."Alih-alih membebaskan delapan tawanan di hari pertama, kelompok tersebut kini mempertimbangkan opsi untuk membagi pembebasan mereka selama periode 60 hari," tambah sumber tersebut.Sumber tersebut mengatakan kelompok Hamas juga "mempertimbangkan untuk membuat amandemen terhadap isu-isu dalam agenda negosiasi terkait penghentian perang yang dijadwalkan akan dimulai setelah gencatan senjata berlaku."Terpisah, seorang pejabat Mesir mengatakan kepada CNN Hari Senin, kelompok tersebut "kini akan mengambil posisi garis keras karena jumlah makanan berkurang dan hal itu memberikan tekanan internal pada mereka," tanpa memberikan rincian lebih lanjut.Sebelumnya, Pemimpin Hamas di Gaza Khalil Al-Hayya dalam pidato yang disiarkan televisi pada Hari Minggu menyalahkan Israel dan AS karena menghambat perundingan gencatan senjata, dengan mengatakan krisis kelaparan berarti "tidak ada gunanya melanjutkan negosiasi" dalam kondisi saat ini.