Mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong alis Tom Lembong (ANTARW)JAKARTA- Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga menilai pemberian abolisi terhadap mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, dan amnesti untuk Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto tidaklah tepat. Pasalnya, keduanya merupakan terdakwa kasus korupsi. Diketahui, Tom Lembong merupakan terdakwa kasus korupsi impor gula. Sementara Hasto merupakan terdakwa kasus suap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait kepengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku. "Pemberian abolisi dan amnesti untuk kasus-kasus korupsi tentu tak layak dilakukan. Sebab, para koruptor justru menggoroti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar Jamiluddin dalam keterangannya, Jumat, 1 Agustus. "Mereka ini justru musuh utama demokrasi. Karena itu, sangat tak tepat bila abolisi dan amnesti diberikan kepada koruptor," imbuhnya. Kendati demikian, Jamiluddin menilai keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto didasari semangat persatuan."Prabowo memberikan hal itu kiranya ingin meminimalkan konflik diantara sesama anak bangsa. Sebagai mantan TNI, Prabowo tentunya ingin menjaga stabilitas politik. Hanya dengan stabilitas politik pembangunan segala bidang dapat dilakukan maksimal," sebutnya. Jamiluddin menilai, pola pikir yang dibawa Prabowo menganut politik akomodatif. Bagi Prabowo, menurutnya, mengakomodir berbagai kepentingan elemen bangsa akan dapat menjaga stabilitas politik untuk dijadikan "modal" pembangunan."Pola pikir demikian tentu tidak ada salahnya. Semua kepentingan diakomodir demi terciptanya stabilitas politik," tuturnya. "Hanya saja, mengakomodir berbagai kepentingan yang terkait dengan kasus-kasus politik tentu memang seharusnya dilakukan. Sebab, kasus-kasus demikian memang tak layak diadili di negara demokrasi," sambung Jamiluddin. Oleh karena itu, tambahnya, selama kasus hukum Tom Lembong dan Hasto dinilai sangat politis, maka sangat layak diberi abolisi dan amnesti. "Namun bila yang sesungguhnya kasus mereka murni korupsi, tentu pemberian abolisi dan amnesti selayaknya ditolak. Sebab hal itu mencederai cita-ita demokrasi dan negara hukum yang dianut Indonesia," pungkas Jamiluddin.