Peneliti Temukan Spesies Baru Jamur Morel di Gunung Rinjani yang Bisa Dimakan

Wait 5 sec.

Peneliti BRIN temukan spesies baru jamur Morel di lereng Gunung Rinjani yang bisa dikonsumsi dan bernilai ekonomi tinggi. Foto: X/ @brin_indonesiaPeneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil menemukan spesies baru jamur morel yang tumbuh di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, Lombok. Spesies ini diberi nama Morchella rinjaniensis, sesuai dengan lokasi penemuannya. Ini menjadi jamur morel tropis pertama dari Indonesia yang berhasil dideskripsikan secara ilmiah. Menurut Atik Retnowati, Peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (PRBE) BRIN, berdasarkan ciri morfologi serta hasil analisis genetik terhadap empat gen, spesies ini menunjukkan perbedaan yang jelas dibandingkan jenis Morchella lainnya, sehingga secara ilmiah spesies dari Gunung Rinjani ini dapat dideskripsikan sebagai spesies baru. “Spesies ini memiliki kombinasi karakter unik yang tidak ditemukan pada jenis Morchella lain, baik secara morfologi maupun molekuler,” kata Atik dalam siaran tertulisnya, Jumat (8/1). Menariknya, jamur ini termasuk kelompok jamur yang dapat dikonsumsi. Artinya, selain memiliki nilai ilmiah, jamur ini juga berpotensi menjadi sumber pangan alternatif bernilai tinggi.Morchella rinjaniensis ditemukan tumbuh liar di lereng Gunung Rinjani pada ketinggian 900–1.200 meter. Lokasinya antara lain di jalur pendakian Torean, Senaru, Sembalun, Tetebatu, dan Aik Berik. Jamur ini biasanya muncul saat peralihan musim hujan ke musim kemarau, sekitar April hingga Mei.“Spesies ini memiliki tubuh buah yang bisa mencapai 19 cm, dengan pola lubang (pits) tidak beraturan dan spora berukuran besar yang permukaannya bergelombang menyerupai labirin,” jelas Atik.Jamur ini biasanya tumbuh di bawah naungan pepohonan hutan alami, dekat aliran air kecil atau area semi terbuka. Ia sering ditemukan berdampingan dengan berbagai tumbuhan dari keluarga Elaeocarpaceae, Urticaceae, dan Myrtaceae.Untuk menjaga kelestariannya, diperlukan pengelolaan berbasis konservasi. Hal ini sejalan dengan program Man and the Biosphere (MAB) UNESCO yang mendorong pemanfaatan kawasan konservasi secara berkelanjutan.Atik menambahkan, hasil analisis pohon filogenetik juga menempatkan Morchella rinjaniensis dalam satu klade dengan Morchella galilaea. Namun, keduanya menunjukkan perbedaan morfologi dan genetik yang jelas.Penemuan ini juga menjadi bagian dari penelitian pembudidayaan jamur morel di Indonesia. Harapannya, penelitian ini dapat membuka peluang budidaya yang ramah lingkungan, memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar, serta menjadi potensi ekonomi baru di masa depan.