Aeroflot membatalkan 59 penerbangan pulang-pergi dari Moskow (foto: x @front_ukrainian)JAKARTA - Maskapai penerbangan nasional Rusia, Aeroflot, kembali membatalkan puluhan penerbangan pada Selasa 29 Juli, menyusul serangan siber besar-besaran yang terjadi sehari sebelumnya. Meski demikian, pihak maskapai mengklaim bahwa jadwal penerbangan mereka kini telah "distabilkan" dan sebagian besar operasional kembali berjalan normal.Serangan ini diklaim dilakukan oleh dua kelompok peretas pro-Ukraina, yakni Belarusian Cyber Partisans dan kelompok baru bernama Silent Crow. Dalam pernyataan mereka, para peretas menyebut telah melakukan operasi selama satu tahun untuk menyusup ke dalam jaringan Aeroflot. Mereka mengaku telah melumpuhkan 7.000 server, mencuri data pribadi penumpang dan karyawan, serta mengambil alih komputer-komputer pribadi staf, termasuk milik manajemen senior.Dampak dari serangan ini sangat terasa pada Senin 28Juli, di mana Aeroflot membatalkan 59 penerbangan pulang-pergi dari Moskow dari total 260 penerbangan yang dijadwalkan. Menurut laporan kantor berita Interfax, pada Selasa Aeroflot kembali membatalkan 22 penerbangan dari Moskow dan 31 penerbangan menuju ibukota Rusia tersebut.Meski demikian, dalam pernyataan resminya, Aeroflot menyebut bahwa hampir seluruh jadwal sudah kembali seperti semula.“Per hari ini, 93% penerbangan dari dan ke Moskow direncanakan beroperasi sesuai jadwal awal (216 dari 233 penerbangan pulang-pergi),” tulis pihak Aeroflot.Maskapai tersebut juga menjelaskan bahwa hampir seluruh penerbangan yang dibatalkan pada Selasa terjadi sebelum pukul 10 pagi waktu Moskow (07.00 GMT). Setelah itu, operasional diklaim berjalan normal.“Hingga pukul 10.00, perusahaan melakukan pembatalan selektif. Setelah itu, program penerbangan Aeroflot kembali stabil,” tambah pernyataan tersebut.Namun demikian, serangan ini sempat menyebabkan keterlambatan besar-besaran di seluruh wilayah Rusia, negara dengan wilayah terluas di dunia. Banyak penumpang yang menyuarakan kemarahan dan frustasi akibat gangguan tersebut, terutama karena kurangnya kejelasan informasi di tengah kekacauan.Klaim tanggung jawab dari Belarusian Cyber Partisans cukup menarik perhatian, mengingat kelompok ini sudah lama dikenal sebagai oposisi terhadap Presiden Belarus, Alexander Lukashenko—sekutu dekat Presiden Rusia Vladimir Putin. Sementara kelompok Silent Crow belum banyak dikenal, namun keberaniannya dalam menyerang Aeroflot menunjukkan meningkatnya ancaman dari kelompok peretas bayangan.Insiden ini pun langsung menarik perhatian para legislator Rusia. Beberapa anggota parlemen menyebut serangan siber ini sebagai "alarm keras" dan mendesak penyelidikan tidak hanya terhadap pelaku serangan, tetapi juga terhadap siapa pun yang memungkinkan serangan tersebut terjadi.“Ini adalah serangan terhadap infrastruktur penting negara. Penyelidikan harus menyeluruh dan menyasar tidak hanya peretas, tapi juga pihak internal yang lalai,” ujar salah satu anggota parlemen Rusia kepada media lokal.Meski Aeroflot mencoba meredam kepanikan dengan menyebut bahwa layanan telah stabil, insiden ini menyisakan tanda tanya besar terkait ketahanan siber di sektor transportasi Rusia, serta potensi eskalasi konflik digital antara Rusia dan kelompok-kelompok pro-Ukraina.