Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyampaikan paparan saat mengikuti Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/7/2025). Foto: Dok. KemendagriMenteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengemukakan peluang, bahwa pemilihan kepala daerah (Pilkada) dapat dilakukan lewat DPRD. Kata Tito, opsi ini bisa dilakukan tanpa amandemen. Ia juga menyampaikan sejumlah pertimbangan, mulai dari mahalnya biaya kampanye hingga banyaknya Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah daerah. Hal itu juga memancing reaksi dari sejumlah pihak. Apa saja? Berikut kumparan rangkum. Mendagri Gunakan UUD 1945 Sebagai AcuanTito mengacu pada UUD 1945 pasal 18 B ayat 4."Kalau bicara aturan, kita lihat pasal 18 ayat 4, kalau saya tidak salah Undang-Undang Dasar. 18 B ayat 4, UUD 45. Itu kuncinya di situ. Kuncinya," ujar Tito kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (29/7).Menurut Tito, UUD 1945 hanya menyatakan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Namun tidak menjelaskan secara rinci teknis pemilihannya.Mendagri Tito Karnavian memimpin Rakor Pengendalian Inflasi Daerah yang dirangkaikan dengan Pembahasan Evaluasi Dukungan Pemda dalam Program 3 Juta Rumah di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kemendagri, Jakarta, Selasa (22/7/2025). Foto: Kemendagri RI"Bahasanya seperti itu. Nah, kalau demokratis itu artinya, pasal ini, UUD 45 ini, menutup peluang dilakukan penunjukan. Kalau mau ada penunjukan, berarti harus ada amandemen terhadap UUD 45 pasal itu," katanya.Namun, Tito menekankan bahwa klausul demokratis pasa pasal tersebut tidak hanya berarti pemilihan langsung."Dalam teori demokrasi, demokratis itu bisa menggunakan langsung, dipilih oleh rakyat, bisa juga dipilih oleh perwakilan. Namanya demokrasi perwakilan. DPRD misalnya dipilih oleh rakyat, mereka yang memilih kepala daerah. Itu dimungkinkan dengan pasal itu," jelasnya.Pilkada Mahal, Hingga PSU Berkali-kaliMenurut Tito, Pilkada juga menelan biaya yang mahal dan ada potensi konflik. Hal ini juga sudah ia bahas dengan Presiden Prabowo Subianto. Ilustrasi warga usai menggunakan hak suaranya pada Pilkada serentak. Foto: Aditya Aji/AFP"Pak Presiden, karena biaya yang mahal, potensi konflik yang tinggi, bayangkan sampai bermiliar-miliar. Kandidatnya, belum lagi yang PSU, PSU, PSU, diulang-ulang terus, seperti sekarang di Papua. Ada yang kemampuan fiskalnya defisit, seperti di Kabupaten Bangka, di PSU lagi, uangnya habis hanya untuk memilih. Sementara, belum tentu yang kualitas terpilih baik juga," kata Tito. Wamendagri: Politik Mahal Banyak Dimensinya, Tak Sesederhana Balik Dipilih DPRDSementara Wamendagri Bima Arya sempat menyebut, perlu ada kajian terkait mahalnya ongkos Pilkada ini. Menurutnya, biaya politik yang mahal itu bisa terjadi dengan dipengaruhi oleh banyak faktor.”Jangan sampai kita sederhanakan bahwa ini politiknya mahal. Ya sudah kembali ke DPRD, kan tidak seperti itu. Politik mahal itu dimensinya banyak sekali,” kata Bima saat hadir sebagai narasumber acara diskusi yang digelar oleh Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (PSHTN UI) secara virtual pada Minggu (27/7).Wakil Menteri Dalam Negeri RI Bima Arya Sugiarto. Foto: Iqbal Firdaus/kumparanTak cuma saat pemilihan berlangsung. Bima menilai, belum maksimalnya fungsi dan peran parpol juga jadi penyebab biaya politik tinggi.“Membuat partai politik ini menjalankan fungsi-fungsinya, fungsi advokasi, fungsi mediasi, fungsi integrasi, fungsi kaderisasi, ini tentunya ada ikhtiar,” ucap dia.Eks Wali Kota Bogor itu juga mengungkapkan pentingnya partisipasi publik dalam perumusan usulan-usulan mekanisme pemilihan.“Kita sama-sama buka ruang publik untuk memberikan feeding tadi. penting bagi kita memastikan ruang publik terbuka bagi saran yang konstruktif baik secara akademis maupun politis. Ini perjuangan revisi bukan di pemerintah saja tapi di ruang publik,” ungkapnya.Respons PKS soal Wacana Pilkada Dipilih via DPRD: Tak Mungkin Dibahas 2,5 JamPresiden PKS Al Muzzammil Yusuf memberi tanggapan terkait wacana Pilkada lewat DPRD. Ia belum bisa memutuskan bagaimana sikap PKS.Sebab, Al Muzzammil menjelaskan masalah pemilu adalah fundamental dan tidak bisa dibahas secara singkat."Semua pihak termasuk putusan MK dan lain-lain tetapi sekali lagi karena itu pembahasannya mendalam tidak mungkin dibahas dalam kami duduk dalam waktu 2,5 jam ya tidak mungkin," kata Muzzammil usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (29/7).Presiden DPP PKS Bidang Polhukam, Al Muzammil Yusuf. Foto: PKSIa menambahkan, pembahasan terkait Pilkada dipilih melalui DPRD harus melibatkan berbagai elemen internal partai, termasuk Badan Legislasi DPR dan struktur DPP."Ya kami akan sampaikan nanti pada saatnya karena kami di Baleg juga ada, di DPP juga ada kajian nanti selengkapnya tidak mungkin kami sampaikan pada saat ini," ujarnya.Muzzammil menyebut, PKS akan menggelar Musyawarah Majelis Syuro dan Musyawarah Nasional (Munas) pada September mendatang.Forum itu akan menjadi ruang untuk menyampaikan sikap resmi partai atas sejumlah isu besar, termasuk soal Pilkada oleh DPRD."Dan kami juga ada musyawarah Majelis Syuro, Munas yang itu poin-poin itu akan kami sampaikan di publik pada saat Munas mungkin pada bulan September yang kami juga mengundang Pak Prabowo sebagai pimpinan pemerintahan, pimpinan negara kami undang untuk hadir pada Munas kami kurang lebih pada akhir September nanti," kata Muzzammil.