Ilustrasi International Monetary Fund (IMF). Foto: Maxx-Studio/ShutterstockDana Moneter Internasional (IMF) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2025 dan 2026. Revisi ini didorong oleh lonjakan belanja global yang lebih tinggi dari perkiraan menjelang kenaikan tarif AS per 1 Agustus, serta penurunan tingkat tarif efektif AS dari 24,4 persen menjadi 17,3 persen.Meski demikian, IMF memperingatkan bahwa perekonomian global masih menghadapi risiko besar, termasuk kemungkinan kenaikan kembali tarif, ketegangan geopolitik, dan defisit fiskal yang membesar, yang dapat mendorong kenaikan suku bunga serta memperketat kondisi keuangan global.“Ekonomi dunia masih terluka, dan akan terus terluka selama tarif tetap tinggi, meskipun tidak separah yang dikhawatirkan,” ujar Kepala Ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas seperti dilansir Reuters, Rabu (30/7). Dalam pembaruan World Economic Outlook edisi Juli 2025, IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan global 2025 sebesar 0,2 poin menjadi 3,0 persen, dan untuk 2026 sebesar 0,1 poin menjadi 3,1 persen. Namun angka tersebut masih di bawah proyeksi Januari (3,3 persen) dan rata-rata pra-pandemi (3,7 persen).Inflasi global diperkirakan akan turun menjadi 4,2 persen pada 2025 dan 3,6 persen pada 2026. Namun di AS, inflasi diperkirakan tetap di atas target akibat dampak kenaikan tarif yang dibebankan kepada konsumen pada paruh kedua 2025.Dua warga berswafoto dengan latar belakang gedung bertingkat di Beijing, China, Minggu (11/5/2025). Foto: Pedro Pardo/AFPTingkat tarif efektif AS—yang diukur dari rasio pendapatan bea masuk terhadap nilai impor barang—telah menurun sejak April, namun masih jauh lebih tinggi dibanding 2,5 persen pada awal Januari. Sebagai perbandingan, tarif rata-rata dunia kini berada di 3,5 persen, turun dari 4,1 persen pada April. Presiden AS Donald Trump telah mengganggu perdagangan global dengan memberlakukan tarif global sebesar 10 persen untuk hampir semua negara sejak April, dan mengancam akan menaikkan tarif lebih tinggi mulai Jumat ini. Tarif saling balas antara AS dan China sempat ditunda hingga 12 Agustus, dengan negosiasi yang berlangsung minggu ini di Stockholm berpotensi memperpanjang gencatan tersebut.Selain itu, AS juga telah mengumumkan tarif tinggi antara 25 persen hingga 50 persen untuk sektor otomotif, baja, dan logam lainnya, serta berencana menaikkan tarif untuk farmasi, kayu, dan chip semikonduktor.IMF menegaskan bahwa skenario tarif baru yang akan berlaku belum tercermin dalam angka proyeksi saat ini, dan apabila diberlakukan, bisa kembali menaikkan tarif efektif secara signifikan, memicu kemacetan rantai pasok, dan memperburuk dampak ekonomi.Perubahan Tarif Masih BergerakGourinchas menyatakan bahwa IMF sedang mengevaluasi kesepakatan tarif baru sebesar 15 persen yang dicapai AS dengan Uni Eropa dan Jepang dalam sepekan terakhir. Meski datang terlalu terlambat untuk dimasukkan dalam proyeksi Juli, tarif tersebut dinilai sejalan dengan asumsi tarif 17,3 persen dalam laporan IMF.“Untuk saat ini, kami belum melihat perubahan besar dari tarif efektif yang dikenakan AS terhadap negara lain,” kata Gourinchas. “Tapi kita harus lihat apakah kesepakatan ini bertahan atau justru dibatalkan dan diikuti perubahan kebijakan lainnya.”Simulasi IMF menunjukkan bahwa jika tarif maksimum yang diumumkan pada April dan Juli diberlakukan, pertumbuhan global 2025 bisa turun sekitar 0,2 poin persentase.Meski ekonomi global menunjukkan ketahanan, IMF mencatat bahwa ketidakpastian tetap tinggi dan aktivitas ekonomi saat ini lebih mencerminkan distorsi akibat perdagangan ketimbang kekuatan fundamental ekonomi.Gourinchas menambahkan bahwa proyeksi 2025 terbantu oleh adanya lonjakan pembelian barang sebagai langkah antisipasi kenaikan tarif. Namun, ia memperingatkan bahwa efek dari “penimbunan stok” ini tidak akan berlangsung lama.“Dampak itu akan memudar,” ujarnya. “Dan akan membebani aktivitas ekonomi pada paruh kedua 2025 dan berlanjut ke 2026. Akan ada kompensasi negatif dari lonjakan awal itu, dan ini menjadi salah satu risiko utama yang kami identifikasi.”Tarif diperkirakan tetap tinggi, dan Gourinchas mencatat adanya tanda-tanda harga konsumen di AS mulai meningkat.“Tarif dasar saat ini jauh lebih tinggi dibanding Januari atau Februari. Jika ini berlanjut, maka akan membebani pertumbuhan ke depan dan menyebabkan kinerja global yang lesu.”Faktor lain yang tidak biasa adalah melemahnya nilai tukar dolar AS—sesuatu yang tidak terjadi dalam ketegangan dagang sebelumnya. Gourinchas menyebut, depresiasi dolar ini memperbesar tekanan tarif ke negara lain, tapi juga sedikit meringankan kondisi keuangan global.Proyeksi RegionalPertumbuhan ekonomi AS diperkirakan mencapai 1,9 persen pada 2025 (naik 0,1 poin dari proyeksi April), dan naik ke 2 persen pada 2026. UU baru mengenai pemotongan pajak dan belanja diperkirakan menambah defisit fiskal sebesar 1,5 poin persentase, meskipun sebagian akan dikompensasi oleh pendapatan tarif.Uni Eropa diproyeksikan tumbuh 1,0 persen pada 2025 (naik 0,2 poin), dan tetap 1,2 persen untuk 2026. Kenaikan ini sebagian besar disebabkan lonjakan ekspor farmasi Irlandia ke AS. China dengan proyeksi kenaikan ekonomi tertinggi sebesar 0,8 poin, karena aktivitas ekonomi yang lebih kuat dari perkiraan di paruh pertama tahun ini, serta gencatan tarif sementara dengan AS. Pertumbuhan China pada 2026 juga direvisi naik 0,2 poin menjadi 4,2 persen.Negara berkembang diperkirakan tumbuh 4,1 persen pada 2025 dan 4,0 persen pada 2026.