Binance (DOK VOI) JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan langkah strategis untuk memperluas skema perpajakan terhadap aset kripto. Jika sebelumnya pajak hanya dikenakan saat kripto dikategorikan sebagai komoditas, ke depan pemerintah mulai mengarah pada pengelompokan kripto sebagai instrumen finansial. CEO Tokocrypto Calvin Kizana menilai langkah tersebut sebagai upaya adaptif yang relevan dengan perkembangan ekosistem keuangan digital saat ini. Menurut dia, kripto saat ini tak lagi hanya diperdagangkan sebagai aset, melainkan telah berkembang menjadi instrumen investasi yang kompleks, termasuk mencakup produk derivatif. "Perpindahan pendekatan ini penting untuk menciptakan kepastian hukum di sektor aset digital. Kripto tidak lagi sekadar barang dagangan digital, tetapi bagian dari sistem keuangan yang harus diawasi secara komprehensif," ujar Calvin dalam keterangan tertulis, Minggu, 27 Juli. Ia menambahkan, rencana kebijakan baru ini sejalan dengan pengalihan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mulai berlaku sejak awal 2025. "Pengawasan oleh OJK membuka jalan bagi regulasi yang lebih holistik, sekaligus memberikan dasar hukum bagi kripto untuk diperlakukan sebagai instrumen keuangan,” tambahnya. Saat ini, pemerintah masih menerapkan ketentuan pajak terhadap transaksi kripto berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022, yang mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas setiap transaksi. Ketentuan ini berlaku selama kripto masih digolongkan sebagai komoditas digital. Sepanjang kuartal I 2025, penerimaan negara dari pajak transaksi kripto tercatat mencapai Rp1,21 triliun, mencerminkan tingginya partisipasi masyarakat terhadap aset digital tersebut. Namun, dengan rencana pengelompokan baru, Calvin menyebut terbuka kemungkinan munculnya jenis pajak baru yang relevan dengan sektor jasa keuangan. Hal ini mencakup aktivitas investasi terstruktur berbasis kripto, pengelolaan portofolio aset digital, serta layanan derivatif. “Kami mendukung penuh langkah Kemenkeu menyesuaikan regulasi perpajakan dengan realitas saat ini. Ini akan memberikan kejelasan bagi pelaku usaha dan investor, serta menjadi fondasi penting untuk mendorong inovasi sektor keuangan digital,” ujarnya. Ia menambahkan, pengenaan pajak terhadap kripto seharusnya juga mempertimbangkan aspek kesetaraan perlakuan dengan instrumen di pasar modal. “Kami telah menyampaikan masukan kepada Kemenkeu agar perlakuan pajak kripto dapat disejajarkan dengan saham. Jika transaksi saham dikenai pajak final yang lebih ringan, maka kripto seharusnya juga demikian. Ini penting untuk menjaga daya saing industri kripto nasional di tengah kompetisi global,” tegas Calvin. Menurut dia, pendekatan perpajakan yang adil dan proporsional akan menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan mendorong pertumbuhan ekosistem aset digital di Indonesia.