Komisi III DPR RI menggelar RDPU terkait RUU KUHAP bersama YLBHI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (21/7/2025). Foto: Abid Raihan/kumparanYayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyerahkan draf tandingan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kepada Komisi III DPR RI. Draf ini mereka susun sendiri.Draf tersebut diserahkan langsung oleh Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (21/7).“Kami juga menyiapkan, bahasanya, walaupun mungkin Pak Ketua agak tersinggung, atau gimana. Kira-kira kami merumuskan, bagaimana solusi utuhnya,” ucap Isnur di hadapan para anggota.“Kami merumuskan draf alternatif yang kami sebut draf tandingan. Bagaimana pengaturan-pengaturan yang kami harapkan secara maksimal sebagai sebuah standar versi LBH, versi masyarakat sipil menjadi standar,” tambahnya.Isnur menjelaskan draf itu bukan dibuat dalam waktu singkat. Melainkan sudah disusun oleh YLBHI selama belasan tahun.“Ini kerjaan yang dikerjakan bertahun-tahun, bukan hanya setahun tapi belasan tahun dan diambil dari pelajaran-pelajaran yang kami lakukan. Pun draf ini masih ada kekurangan kami akan perbaiki,” ucap Isnur.“Jadi mungkin hari ini kami serahkan 5 dulu. Tapi sesuai dengan tadi masukan Pak Ketua, kami akan kasih ke semua fraksi dan semua anggota. Jadi kami akan follow up tindakan lanjutnya,” tambahnya.Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, tak menanggapi omongan Isnur soal draf tandingan ini. Namun, anggota Komisi III, Hinca Panjaitan, menyebut draf itu sudah diterima.“Tadi udah diterima. Nanti kita bahas,” ucap Hinca usai rapat.YLBHI Singgung Kasus DWPKetua Umum YLBHI Muhammad Isnur di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (8/4/2025). Foto: Abid Raihan/kumparanDi dalam rapat itu, YLBHI memberikan saran, masukan, hingga rekomendasi terhadap RUU KUHAP ke Komisi III DPR RI. Salah satu yang mereka sorot adalah soal upaya paksa pengambilan sampel urine, darah, dan bagian tubuh lainnya.“Pengambilan sampel tubuh, baik urine, darah, rambut itu juga belum ada standarnya. Termasuk mendukung untuk pembuktian scientific evidence,” ucap Isnur.Menurut Isnur, tanpa standar yang pasti, pengambilan sampel ini bisa disalahgunakan oleh aparat penegak hukum. Ia pun mencontohkan kasus pemerasan di festival musik Djakarta Warehouse Project (DWP) yang sempat ramai pada tahun 2024 lalu.“Dan dalam banyak praktik, kita tahu bersama, dalam kasus DWP yang sangat viral itu, di mana banyak turis dari Malaysia dites urine gitu. Padahal untuk apa tes urine gitu? Akhirnya terbukti untuk pemerasan,” ucap Isnur.Ia pun merekomendasikan Komisi III untuk membuat standar yang pasti untuk upaya paksa pengambilan sampel tubuh ini di dalam KUHAP baru.“Pengaturan-pengaturan soal upaya paksa, baik dari atas sampai bawah ya, itu penting diatur secara detail dan ketat. Agar tafsir atau implementasinya tidak sesuai dengan diskresional atau kehendak dari penyidik masing-masing,” tandasnya.Kini, RUU KUHAP sudah memasuki tahap perumusan dan sinkronisasi oleh tim perumus dan tim sinkronisasi. Sebelumnya, pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU KUHAP sudah selesai di Panja Komisi III.Usai dirumuskan dan disinkronisasi, RUU KUHAP akan dikaji ulang oleh panja. Lalu, RUU KUHAP akan dibawa ke Komisi III untuk pengesahan tingkat I. Usai dari situ, barulah RUU KUHAP akan dibawa ke rapat paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi UU.