Wamen Dilarang Rangkap Jabatan, Momentum Prabowo Perbaiki Tata Kelola Pemerintahan

Wait 5 sec.

Keterangan Foto: Ilustrasi rangkap jabatan wamen yang dilarang MK harus dimanfaatkan Presiden Prabowo memperbaiki tata kelola pemerintahan.(Ist)JAKARTA – Pengamat politik Citra Institute, Efriza menyebut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XXIII/2025 yang melarang wakil menteri (wamen) rangkap jabatan menjadi momentum Presiden Prabowo Subianto memperbaiki tata kelola kepemimpinan negara dan pemerintahan.“Hasil uji materiil terhadap UU 39/2008 tentang Kementerian Negara itu membuka tabir ketidaktepatan tata kelola kepemimpinan negara dan pemerintahan sebelumnya. Putusan MK adalah angin segar bagi Prabowo memperbaiki pengelolaan kekuasaan. Rangkap jabatan sebaiknya dihindari termasuk rangkap jabatan menteri dengan jabatan institusi politik, maupun wamen dengan posisi komisaris,” terangnya, Minggu 20 Juli 2025.Menurut dia, Putusan MK 21/2025 secara eksplisit melarang wamen untuk rangkap jabatan, meski tidak secara tegas melarang menteri-menteri. Kendati demikian, implementasi putusan MK itu juga bisa diberlakukan terhadap menteri-menteri yang memiliki jabatan lain baik di dalam maupun luar institusi kenegaraan atau pemerintahan.“Ini semestinya yang perlu dilakukan oleh Prabowo untuk mematuhi Putusan MK, juga sekaligus menaikkan kepercayaan publik atas pengelolaan kekuasaan yang dilakukan presiden,” ujar Efriza.Dia berharap agar Presiden Prabowo tidak memiliki karakteristik kepemimpinan “aji mumpung” yang akan merugikan negara, termasuk meneruskan budaya rangkap jabatan di jajaran kabinet.Sebab, pengelolaan kekuasaan dalam menempatkan orang-orang di posisi pejabat negara seharusnya dilandasi membangun budaya meritokrasi.“Maksudnya, jabatan dan kekuasaan diberikan berdasarkan prestasi, kemampuan, dan bakat individu, bukan karena faktor-faktor seperti koneksi kedekatan dengan Prabowo semata,” tukas Efriza.Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan wamen dilarang merangkap jabatan sebagai direksi atau komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta. MK menegaskan larangan tersebut dalam putusan Nomor 21/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis 17 Juli 2025.