Rusia Dituduh Manipulasi Informasi Kampanye Pemilihan Parlemen Jepang

Wait 5 sec.

Ilustrasi Media Sosial. Foto: Nugroho Sejati/kumparanAda kecurigaan bahwa Rusia memanipulasi informasi melalui media sosial selama kampanye pemilihan Majelis Tinggi Jepang. Kecurigaan ini muncul saat para pemilih bersiap untuk memberikan hak suaranya pada Minggu (20/7).Dikutip dari The Japan Times, Sabtu (19/7), tuduhan itu muncul saat blog anggota lembaga think tank Japan Institute of Law and Information System, Ichiro Yamamoto, viral pada Selasa (15/7) lalu.Dalam blognya, Yamamoto mengatakan, propaganda anti-pemerintah oleh akun bot Rusia yang membuat partai sayap kanan kecil Sanseito sangat populer jelang pemilihan.Yamamoto menyuarakan kekhawatirannya bahwa salah satu kandidat Sanseito di distrik Tokyo, Saya, muncul dalam sebuah wawancara dengan kantor berita yang berafiliasi dengan pemerintah Rusia, Sputnik.Yamamoto dalam tulisannya menyatakan, akun bot Rusia di berbagai platform media sosial seperti X, TikTok, dan Instagram menyebarkan informasi palsu dan kritik tentang pejabat tinggi pemerintah, termasuk Perdana Menteri Shigeru Ishiba dan Menlu Takeshi Iwaya, untuk memanipulasi kesan publik.Yamamoto mengatakan, tulisan dari akun bot Rusia itu menarik banyak likes dan disebarkan di berbagai platform media sosial meski sebagian besar merupakan berita palsu.Menteri Digital Masaaki Taira dalam konferensi pers menyatakan telah menerima laporan terkait intervensi asing dalam pemilihan Majelis Tinggi.Meski menolak mengomentari kasus-kasus spesifik, Wakil Kepala Sekretaris Kabinet Kazuhiko Aoiki mengatakan pemerintah mengambil tindakan atas dasar Jepang menjadi target operasi pengaruh asing.Peneliti tamu di Institute of Information Security, Tomoko Nagasako, mengatakan dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah kasus yang memperlihatkan pengaruh Rusia dan China dalam upaya membentuk opini publik melalui penyebaran berita palsu. Salah satu contohnya adalah pembuangan air radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima No. 1 pada 2023.Nagasako juga mengatakan, jaringan bot yang terkait dengan Rusia telah menyebarkan informasi palsu secara daring."Dengan penampilan Sanseito di Sputnik, muncul dugaan bahwa mereka mungkin bekerja untuk Rusia, tapi kami belum benar-benar yakin sejauh ini," kata Nagasako."Namun, saya rasa ada kemungkinan kuat bahwa [Sanseito] dimanfaatkan karena membuat klaim yang mudah digunakan untuk mendorong perpecahan sosial yang ingin dicapai Rusia," lanjutnya.Menurut Nagasako, penelitian menunjukkan perasaan marah merupakan faktor pendorong utama orang-orang untuk berbagai informasi. Sehingga selama kampanye pemilu, unggahan yang berisi disinformasi bertujuan untuk memikat orang menggunakan topik-topik yang dianggap kontroversial, seperti pertahanan dan diplomasi."Dengan memanipulasi persepsi kita, mereka bertujuan mengubah perilaku pemilih kita dan bertujuan mengubah perilaku kita. Mereka bertujuan mencapai hasil yang menguntungkan bagi negara mereka dengan menciptakan perpecahan di negara [yang menjadi target]," jelasnya.Namun, peneliti di Institute of Geoeconomics, Yusuke Ishikawa, skeptis apakah manipulasi tersebut memiliki dampak sebesar yang diperkirakan terhadap opini publik."Hanya karena ada kemungkinan manipulasi informasi dari luar negeri, kita tidak perlu terlalu melebih-lebihkan dampaknya. Malahan studi baru memperingatkan lebih baik tidak melebih-lebihkannya," kata Ishikawa.Meski demikian, dia juga menilai penting untuk mewaspadai ancaman disinformasi yang biasanya muncul di masa ketidakpastian seperti pemilu atau bencana alam.Dibandingkan negara-negara berbahasa Inggris, Jepang jarang jadi sasaran karena kendala bahasa. Namun dengan perkembangan AI, serangan semacam itu jadi lebih mudah."Mengenai langkah-langkah ke depan, pengecekan fakta dan literasi media menjadi penting. Perlu juga mempertimbangkan langkah-langkah hukum apa yang dapat diambil, tapi saya rasa penting untuk mempertimbangkan langkah-langkah dari berbagai perspektif dari pada mengandalkan pada hal-hal itu saja," kata Ishikawa.