Istana Tegaskan Data Pribadi Tak Masuk dalam Kesepakatan Digital dengan AS

Wait 5 sec.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi (ANTARA)JAKARTA — Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menegaskan bahwa kesepakatan mengenai pemindahan data dalam kerja sama tarif impor antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) tidak mencakup data pribadi masyarakat. Penegasan ini merespons pernyataan resmi dari Gedung Putih yang menyebutkan adanya komitmen dari Indonesia terkait "pemindahan data pribadi" sebagai bagian dari kesepakatan perdagangan digital antara kedua negara.Menurut Hasan, maksud dari pertukaran data tersebut murni bersifat komersial, terbatas pada barang dan jasa tertentu yang memerlukan keterbukaan data antara penjual dan pembeli. Ia menegaskan bahwa data pribadi tetap berada dalam perlindungan hukum nasional dan tidak termasuk dalam skema transfer ini."Tujuannya adalah semata-mata untuk kepentingan komersial, bukan agar data kita dikelola pihak asing, atau sebaliknya. Ini untuk barang dan jasa tertentu yang memang butuh pengawasan ketat karena berpotensi menjadi bahan bermanfaat sekaligus berbahaya, seperti misalnya bahan kimia. Dalam konteks itu, dibutuhkan transparansi: siapa pembeli dan siapa penjual," ujar Hasan Nasbi dalam keterangan resminya, Rabu 23 Juli.Hasan mencontohkan gliserol sawit, sebuah produk turunan kelapa sawit yang dapat diolah menjadi bahan pupuk, namun juga berpotensi digunakan untuk bahan peledak. Karena itu, jelasnya, perdagangan barang jenis ini memerlukan manajemen strategis dan keterbukaan data untuk menghindari penyalahgunaan.Ia menambahkan bahwa tidak ada satu pun pasal dalam kesepakatan tersebut yang menyatakan Indonesia menyerahkan data pribadi warganya ke negara lain. Hasan menekankan bahwa Indonesia telah memiliki payung hukum kuat melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, yang mengatur dengan ketat semua bentuk pemindahan dan pengelolaan data pribadi."Kita hanya melakukan pertukaran data dengan negara-negara yang secara resmi kita akui memiliki tingkat perlindungan data yang setara atau lebih tinggi. Sama seperti kerja sama kita dengan Uni Eropa atau negara lain dalam konteks ekonomi digital,” ujarnya.Pernyataan Hasan ini muncul sebagai respons atas dokumen resmi Gedung Putih yang dirilis pada hari yang sama. Dalam pernyataan tersebut, Amerika Serikat menyebut bahwa sebagai bagian dari penghapusan hambatan perdagangan digital, Indonesia akan memberikan "kepastian hukum" mengenai pemindahan data pribadi ke AS, dengan pengakuan bahwa AS memiliki sistem perlindungan data yang memadai.Dokumen tersebut menyebut bahwa kesepakatan digital antara kedua negara akan mencakup sejumlah aspek, termasuk komitmen pada perdagangan digital, jasa, investasi, serta penghapusan hambatan terhadap aliran data lintas batas.Namun, Hasan menegaskan bahwa pernyataan tersebut perlu ditafsirkan dengan hati-hati, agar tidak disalahpahami seolah-olah Indonesia melanggar kedaulatan data. Ia menegaskan bahwa semua kerja sama dilakukan dalam kerangka hukum nasional dan tidak akan mengorbankan keamanan serta hak warga negara."Jadi masyarakat tidak perlu khawatir. Prinsipnya jelas: data pribadi warga negara Indonesia hanya boleh dipindahkan ke negara lain jika negara tersebut diakui mampu melindungi data sesuai standar hukum Indonesia," tegasnya.Kesepakatan ini merupakan bagian dari paket kerja sama ekonomi yang berhasil dinegosiasikan oleh Pemerintah Indonesia, termasuk penurunan tarif impor dari Amerika Serikat dari 32 persen menjadi 19 persen, sebagaimana sebelumnya dijelaskan oleh Presiden Prabowo Subianto.