Ketua KPK Setyo Budiyanto usai melakukan pertemuan dengan sejumlah menteri (DOK Wardhany Tsa Tsia/VOI) JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah melaksanakan kajian terkait pertambangan sejak 2009. Hasilnya, sejumlah permasalahan di sektor ini ditemukan mulai dari perizinan hingga ketidaksinkronan antara pemerintah pusat dan daerah. Hal ini disampaikan Ketua KPK Setyo Budiyanto usai melakukan pertemuan dengan Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Kementerian Kehutanan serta Kementerian Keuangan pada hari ini, 24 Juli. Mereka membahas soal tata kelola tambang, khususnya nikel. "Sejak 2009 sampai dengan sekarang tentu banyak hal yang sudah dikaji, di antaranya masalah perizinan, kemudian pengelolaan," kata Setyo dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan. "(Permasalahan itu, red) antaranya seperti informasi dan basis data, kemudian tumpang tindih perizinan, kemudian kegiatan penambangan tanpa izin, tanpa IUP (izin usaha pertambangan), kemudian juga masalah ketidaksinkronan dan disparitas antara pemerintah pusat dan daerah," sambung mantan Direktur Penyidikan KPK tersebut. Tak sampai di sana, Setyo juga menyebut pemenuhan kewajiban oleh pelaku usaha juga sempat dikaji KPK karena masih rendah. "Kemudian ada kaitan juga dengan masalah BBM, elpiji, dan terakhir adalah disparitas harga antara pasar ekspor dan domestik," tegasnya. Meski begitu, Setyo bilang sebenarnya sudah ada sejumlah perbaikan berdasarkan hasil kajian lembaganya. "Antara lain masalah pengurangan perizinan dari yang sebelumnya 4.877 kemudian turun sampai dengan beberapa tahun (belakangan, red)," jelasnya. Lalu tercipta juga berbagai sistem untuk mengintegrasikan tata kelola tambang seperti Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara Antar Kementerian/Lembaga (Simbara). Kondisi ini, sambung Setyo, sebenarnya telah meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dari sektor energi dari Rp9 triliun pada 2013 menjadi Rp14 triliun. Sehingga, dia berharap berbagai kajian yang berujung pada rencana aksi bisa ditindaklanjuti oleh pemangku kebijakan atau stakeholder yang hadir. "Diharapkan dengan pertemuan, dengan kegiatan rapat koordinasi ini, ada integrasi yang akan lebih bagus. Tidak ada lagi yang bersifat sektoral, semuanya nanti bisa dilakukan secara sinergi antara kementerian dan tentunya melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi," pungkasnya.