Presiden AS Donald Trump dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos dalam pertemuan untuk menyepakati tarif impor di Gedung Putih, Washington, DC, AS, Selasa (22/7/2025). Foto: https://truthsocial.com/@realDonaldTrump Indonesia dan Filipina menjadi dua negara yang sama-sama terkena tarif impor 19 persen dari Amerika Serikat. Karena itu, ada beberapa komoditas Indonesia yang harus bersaing ketat dengan Filipina perihal ekspor ke AS.Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, melihat beberapa komoditas yang bakal bersaing dengan Filipina adalah komponen elektronik, alat-alat medis, tas dan kerajinan dari kulit sampai buah-buahan tropis.“Produk-produk itu akan sangat kompetitif dengan produk asal Indonesia meski tarifnya sama 19 persen. Ini penyebabnya adalah kualitas produk Filipina dan daya saing komparatif,” kata Bhima kepada kumparan, Selasa (24/7).Pada tahun 2024, ekspor komponen elektronik Filipina ke AS tercatat ada pada angka USD 6,29 miliar, alat-alat medis senilai USD 402,2 juta, tas dan kerajinan dari kulit USD 386,6 juta, dan buah-buahan tropis USD 367,2 juta.Bhima melihat nantinya persaingan bisa terjadi utamanya pada produk kerajinan kulit, hal ini karena Revealed Comparative Advantage (RCA) atau keunggulan komparatif terbuka produk kulit Filipina ke AS menjadi level 7,66 sementara Indonesia ada di bawahnya yakni pada 4,9. Meski demikian, Indonesia masih tetap unggul dalam beberapa komoditas.“Untuk produk tekstil, pakaian jadi, dan minyak nabati Indonesia lebih unggul dari Filipina,” ujarnya.Dia menyarankan agar Indonesia saat ini harus memperkuat penetrasi ekspor ke AS untuk produk yang memiliki daya saing komparatif yang lebih baik."Ini dilakukan untuk hindari PHK massal. Selain itu Filipina tidak punya kesepakatan tarif 0 persen untuk 99 persen produk AS seperti Indonesia. Artinya pasar domestik Filipina lebih imun dari serbuan produk AS,” kata Bhima.Sektor Tekstil Masih UnggulSelaras dengan Bhima, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede juga melihat komoditas sektor tekstil Indonesia masih lebih unggul ketimbang Filipina. Hal ini tercermin dari beberapa komoditas seperti pakaian rajutan maupun non-rajut dan alas kaki yang memiliki volume ekspor ke AS yang besar.Ilustrasi pabrik sepatu. Foto: Shutterstock“Karena kapasitas produksi, kualitas, dan volume ekspor ke AS yang jauh lebih besar dibandingkan Filipina. Sebagai gambaran, ekspor tekstil dan alas kaki Indonesia ke AS bernilai miliaran dolar dengan pangsa pasar jauh di atas Filipina,” kata Josua.Meski demikian, tak dipungkiri kalau Filipina masih memiliki keunggulan dalam produk komponen elektronik tertentu seperti semikonduktor dan sirkuit terpadu. Maka dari itu potensi persaingan ada pada komoditas tersebut. Selain komponen elektronik, Josua juga memprediksi beberapa komoditas lain yang punya persaingan ketat.“Persaingan ketat juga diprediksi muncul di sektor produk makanan olahan dan minyak nabati, di mana kedua negara memiliki kapasitas ekspor cukup signifikan,” ujarnya.Secara umum, Indonesia akan tetap unggul berkat basis produksi yang lebih luas dan diversifikasi produk yang lebih baik.Vietnam dan China Justru Jadi Pesaing BeratSementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti melihat persaingan ekspor antara Indonesia dan Filipina ke AS masih cukup aman. Alih-alih mengkhawatirkan tarif, dia justru menaruh perhatian pada biaya produksi.“Tarif iya (penting) tapi biaya produksinya itu harus lebih murah gitu. Nah kalau biaya produksi katakanlah Indonesia itu lebih murah dengan tarif 19 persen, ya negara-negara kayak negara AS atau negara lainnya itu akan lebih memilih produk Indonesia,” kata Esther.Ketimbang Filipina, Esther justru melihat potensi persaingan akan terjadi antara Indonesia dengan Vietnam dan China. Hal ini karena ada beberapa kesamaan fokus komoditas yang diekspor ke AS.“Yang punya kesamaan dengan kita kan produknya Cina sama Vietnam. Tapi kan biaya produksi di Vietnam sama Cina kan jauh lebih murah daripada di Indonesia. Jadi bersaingnya itu bukan sama Filipina, tapi bersaingnya itu dengan Cina sama Vietnam,” ujarnya.Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif impor terbaru untuk Filipina menjadi 19 persen dari semula 20 persen. Kesepakatan itu diambil usai bertemu dengan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr di Gedung Putih Washington, DC, Selasa (22/7) waktu AS.Penurunan tarif yang hanya sedikit ini menunjukkan betapa sulitnya para pemimpin asing meyakinkan Trump untuk memberikan keringanan dari tarif berdasarkan negara asal yang diterapkannya.“Filipina akan menjadi PASAR TERBUKA bagi Amerika Serikat, dan NOL Tarif. Filipina akan membayar Tarif sebesar 19 persen. Selain itu, kita akan bekerja sama secara militer,” tulis Trump di media sosial dikutip Rabu dari Bloomberg, Rabu (23/7).