Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu/FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOIJAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan empat staf Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) pada Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK). Mereka diduga menjadi eksekutor pemerasan terkait pengurusan izin TKA."KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada empat tersangka untuk 20 hari pertama," kata pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 24 Juli.Mereka yang ditahan adalah Gatot Widiartono selaku Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing Kementerian Ketenagakerjaan; dan Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, serta Alfa Eshad yang merupakan staf di Ditjen Binapenta dan PPK."Penahanan dilakukan di Rutan Cabang gedung Merah Putih KPK," tegas Asep.Dalam konferensi pers ebelumnya, Pelaksana harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo menjelaskan ada dua dokumen yang dikeluarkan dalam proses pengajuan RPTKA. Rinciannya adalah Hasil Penilaian Kelayakan (HPK) dan Pengesahan RPTKA yang diverifikasi secara berjenjang oleh Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker.“Bahwa dalam proses penerbitan pengesahan RPTKA, pihak-pihak di Kemenaker melalui pegawai di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing atau PPTKA diduga melakukan pemerasan kepada pemohon,” kata Budi dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 5 Juni.Budi menjelaskan perintah memeras pemohon disampaikan oleh Suhartono dan Haryanto selaku eks Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker serta dua eks Direktur PPTKA Kemnaker Wisnu Pramono dan Devi Angraeni. Permintaan ini kemudian dieksekusi Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad selaku verifikator.Modusnya, verifikator hanya menyampaikan kekurangan berkas kepada pemohon yang kebanyakan dari agen TKA melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp.“Sedangkan bagi pemohon yang tidak memberikan uang, tidak diberitahu kekurangan berkasnya, tidak diproses atau diulur-ulur waktu penyelesaiannya,” tegasnya. Jika pemohon itu tidak diproses, biasanya mereka akan mendatangi kantor Kemnaker dan bertemu dengan petugas. “Pada pertemuan tersebut PCW, ALF dan JMS menawarkan bantuan untuk mempercepat proses pengesahan RPTKA dengan meminta sejumlah uang,” ujar Budi.“Setelah diperoleh kesepakatan maka pihak Kemnaker menyerahkan nomor rekening tertentu untuk menampung uang dari pemohon,” sambung dia.Selain itu, Putri, Jamal, dan Alfa tak akan menginformasikan jadwal wawancara melalui Skype bagi pemohon yang tak memberi uang. Padahal, kata Budi, tahapan ini penting untuk pengajuan RPTKA.Budi menyebut kebanyakan agen TKA atau pemohon akhirnya memberi uang agar proses penerbitan RPTKA segera beres. Sebab, dokumen itu dibutuhkan untuk mengurus izin kerja atau izin tinggal.“Apabila RPTKA tidak diterbitkan, maka penerbitan izin kerja dan izin tinggal TKA akan terhambat. Hal ini menyebabkan pengeluaran denda kepada TKA selama RPTKA belum terbit, yaitu sebesar Rp1 juta per hari,” ungkapnya.