Ilustrasi beras. Foto: PixabayMaraknya peredaran beras premium yang dioplos dengan beras berkualitas rendah kini memicu keresahan publik. Praktik curang ini tidak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat.Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Vella Rohmayani, menegaskan bahwa konsumsi beras oplosan dalam jangka panjang bisa berdampak serius bagi tubuh.“Bukan sekadar persoalan mutu, tetapi ini menyangkut kepercayaan dan kesehatan publik. Apalagi jika beras yang dicampur ternyata sudah disimpan lama dan tidak higienis,” ujar Vella yang juga Dosen Teknologi Laboratorium Medis, dalam keterangannya seperti dikutip Basra, Senin (21/7).Vella menjelaskan bahwa beras oplosan sering kali berasal dari beras lama atau berkualitas rendah yang rawan ditumbuhi kutu. Meskipun kutu beras tidak menyebabkan penyakit secara langsung, keberadaannya dapat menurunkan kandungan nutrisi beras dan memicu pertumbuhan jamur maupun bakteri berbahaya.“Beras berkutu bukan berarti langsung beracun, tetapi nilai gizinya berkurang. Rasa nasi juga bisa berubah, dan yang lebih berbahaya adalah risiko munculnya jamur serta kontaminasi bakteri akibat penyimpanan yang tidak layak,” terangnya.Jamur pada beras dapat dikenali dari tekstur yang lembek, menggumpal, dan berbau tak sedap. Konsumsi beras semacam ini, menurutnya, harus dihindari karena dapat memicu gangguan pencernaan dan menurunkan daya tahan tubuh.Lebih lanjut, Vella mengingatkan bahwa praktik pengoplosan beras didorong oleh motif keuntungan sepihak dari oknum tak bertanggung jawab. Konsumen dirugikan dua kali: secara finansial karena membayar mahal untuk produk yang tak sesuai, dan secara kesehatan karena mengonsumsi bahan pangan bermutu rendah.Sebagai langkah pencegahan, ia mendorong masyarakat untuk lebih waspada saat membeli beras, termasuk dengan memeriksa kualitas secara langsung dan menyimpan beras di rumah dalam kondisi kering dan tertutup rapat.“Kita harus menjadi konsumen cerdas. Jangan tergiur harga murah atau label premium tanpa memeriksa kondisi fisik beras secara seksama,” tandasnya.Ada pun cara mengetahui atau membedakan beras oplosan dengan premium. Yakni dengan melihat komposisi isi beras lebih banyak patahan daripada beras utuh.Dalam konteks beras premium dan medium, misalnya, bila patahan beras lebih banyak dengan kadar broken mencapai 25 persen, maka bisa dipastikan beras tersebut merupakan beras medium. Sedangkan beras premium seharusnya didominasi oleh butir utuh, hanya ada sedikit patahan beras.Cara lainnya yaitu dengan melihat harga beras. Beras premium umumnya berada pada rentang harga Rp14 ribu hingga Rp16 ribu per kilogram. Sedangkan beras medium di kisaran Rp12 ribu per kilogram.