Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (ANTARA)JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan potensi penyimpangan tata kelola dana hibah di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Salah satunya, terjadi duplikasi ratusan data penerima akibat proses verifikasi yang tidak profesional."Sejumlah titik rawan penyimpangan dalam pengelolaan hibah, antara lain: Verifikasi penerima hibah tidak profesional sehingga masih ditemukan pokmas fiktif dan duplikasi penerima. Tercatat 757 rekening dengan kesamaan identitas berupa nama, tanda tangan, dan NIK," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Selasa, 22 Juli.Budi mengatakan KPK juga menemukan ada pengaturan jatah dana hibah oleh Pimpinan DPRD. Kondisi ini disebutnya berpotensi menguntungkan pihak tertentu secara tidak wajar dalam pembahasan."Pemotongan dana hibah hingga 30 persen oleh koordinator lapangan, terdiri dari 20 persen untuk “ijon” kepada anggota DPRD dan 10 persen untuk keuntungan pribadi," tegasnya.Masalah lain yang juga muncul adalah tidak sesuainya pelaksanaan kegiatan dengan proposal. Kondisi ini, sambung Budi, terjadi karena adanya pengondisian oleh pihak lain.Adapun pengondisian ini terjadi karena minimnya pengawasan dan evaluasi. Hal ini terbukti karena ada 133 lembaga penerima hibah yang melakukan penyimpangan harus mengembalikan anggaran sebesar Rp2,9 miliar.Tapi, dari jumlah, masih ada Rp1,3 miliar yang belum dikembalikan. "Selain itu, Bank Jatim sebagai bank pengelola Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) belum memiliki prosedur pencairan hibah yang memadai, sehingga proses penyaluran dana hibah dilakukan seperti transaksi biasa tanpa verifikasi keamanan," jelas Budi.Lebih lanjut, Budi mengatakan temuan ini sudah disampaikan kepada Pemprov Jawa Timur. Rekomendasi juga turut disertakan di antaranya penajaman tujuan pemberian hibah agar selaras dengan program prioritas daerah, dan penetapan kriteria penerima hibah yang selektif dan berbasis indikator terukur."Reformasi tata kelola hibah di Jawa Timur diharapkan menjadi model perbaikan bagi daerah lain dalam mencegah praktik korupsi dan memperkuat integritas penyelenggaraan pemerintahan," ujarnya.Diberitakan sebelumnya, KPK kembali mengusut dugaan suap dana hibah untuk kelompok masyarakat atau pokmas dari APBD Provinsi Jatim Tahun Anggaran 2019-2022. Ada 21 tersangka yang sudah ditetapkan dari pengembangan kasus tersebut.Dalam proses berjalan, sejumlah lokasi sudah digeledah penyidik. Di antaranya rumah eks Ketua DPD La Nyalla Mattalitti dan kantor Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur.Selain itu, KPK sudah meminta Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mencegah 21 orang ke luar negeri dalam kasus ini. Mereka adalah KUS yang merupakan penyelenggara negara atau anggota DPRD Provinsi Jawa Timur; AI, anggota DPRD Provinsi Jawa Timur; MAH, anggota DPRD Provinsi Jawa Timur; dan AS anggota DPRD Provinsi Jawa Timur.Lalu ikut dicegah juga BW, JPP, HAS, SUK, AR, WK, AJ, MAS, AA, AYM, AH, RWS, MF, AM, dan MM selaku pihak swasta; FA selaku anggota DPRD Kabupaten Sampang; serta JJ yang merupakan penyelenggara negara atau anggota DPRD Kabupaten Probolinggo.