Ilustrasi: Foto: Dok. ANTARAJAKARTA – Pakar Ekonomi Undip, Wahyu Widodo menilai bila kebijakan bebas bea masuk produk Amerika Serikat (AS) ke Indonesia akan membuat industri di dalam negeri terancam kolaps yang berujung pada terjadinya PHK. Dia menyebut produk pertanian dan hasil tembakau dari AS bisa menjadi pesaing serius bagi petani dan pabrikan dalam negeri. “Yang akan diimpor dari sana kan ada produk pertanian, minyak, rokok. Itu akan berkompetisi dengan industri dalam negeri, yang ini lebih berbahaya. Karena bisa jadi industri dalam negeri itu akan terancam kolaps,” ungkapnya, Minggu 20 Juli 2025. Wahyu membandingkan situasi ini dengan kasus kedelai di era 1990-an. Indonesia disebut sempat mandiri, tapi akhirnya kalah bersaing karena keterbukaan perdagangan global. “Sebenarnya Indonesia bukan tidak bisa memproduksi kedelai, kita masih cukup kompetitif. Tapi sebagai konsekuensi perdagangan internasional yang terbuka, kita sama-sama harus menerima itu,” imbuhnya. Menurut dia, ada dua langkah besar yang harus segera dilakukan untuk mengantisipasi dampak kebijakan tarif AS. Pertama, pengusaha harus melakukan penetrasi pasar ke kawasan lain seperti Eropa, Timur Tengah, atau Afrika. Tapi, hal ini membutuhkan dukungan data dan riset yang kuat, bukan sekadar promosi pameran. “Persoalannya adalah kita lemah di market intelligence. Kita harus tahu kebutuhan dan perilaku konsumen tiap negara. Misalnya, kalau kita jual minuman saset ukuran kecil ke Afrika, belum tentu cocok karena badan mereka juga lebih besar,” tuturnya. Kedua, pemerintah harus terus bernegosiasi dan mungkin melakukan renegosiasi tarif dengan AS agar bisa lebih rasional. Jika tidak, Indonesia bisa kehilangan sebagian besar pasar ekspor andalannya. “Langkah pemerintah yang terbaik negosiasi dan renegosiasi dengan berbagai macam pendekatan, agar tarifnya serasionalitas mungkin yang ditetapkan untuk produk kita yang ke Amerika,” tambah Wahyu.Dia menyatakan, meski situasi terlihat mengkhawatirkan, peluang masih terbuka selama ada kesiapan dari pengusaha dan pemerintah.Apalagi, lanjut Wahyu, kebijakan tarif Trump bisa berubah sewaktu-waktu, tergantung tekanan politik domestik AS dan dinamika global.“Sekarang kita tinggal menunggu perkembangan terakhir, ini kan sifatnya dinamis. Nanti akan ada perubahan lagi. Jadi ya kita harus legowo menerima style-nya Presiden AS yang sekarang, dengan ketergantungan kita ke mereka,” tutup Wahyu.