Terkendala Biaya, Studi Ungkap 40 Persen Warga Prancis Tak Mampu Pergi Berlibur

Wait 5 sec.

Ilustrasi liburan ke Paris, Prancis (Foto: Freepik/Freepik) JAKARTA - Bayangan liburan seringkali identik dengan relaksasi dan kebebasan. Namun, bagi sebagian besar warga Prancis, impian itu masih jauh dari kenyataan.Sebuah studi terbaru dari organisasi independen L'Observatoire des Inégalités (Observatorium Ketimpangan) yang dirilis Juni 2025 mengungkapkan bahwa sekitar 40 persen warga Prancis tidak bisa pergi berlibur karena terbentur biaya yang mahal.Temuan ini menunjukkan adanya ketidakmerataan yang signifikan dalam hal kemampuan berlibur, yang sangat bergantung pada pendapatan dan status sosial seseorang.Studi tersebut dengan jelas memperlihatkan perbedaan mencolok. Sebanyak 78 persen para eksekutif senior mampu bepergian, sementara 47 persen buruh tidak bisa berlibur."Semakin tinggi tangga sosial Anda, semakin besar kemungkinan Anda bisa pergi berlibur," demikian bunyi laporan studi itu, seperti dikutip dari laman France24 pada Sabtu, 19 Juli.Lebih detail, studi tersebut menjelaskan bahwa hanya 42 persen penduduk dengan pendapatan kurang dari 1.285 euro atau Rp24 juta per bulan yang terakhir berlibur pada Januari 2024 dalam kurun waktu 12 bulan terakhir.Bandingkan dengan kelompok eksekutif, yang sebagian besar sudah berlibur dalam periode yang sama. Liburan yang dimaksud dalam studi ini adalah pergi ke luar rumah selama minimal empat malam berturut-turut, tidak terkait pekerjaan, dan mencakup biaya transportasi serta akomodasi.Faktor yang memengaruhi intensitas liburan seseorang tidak hanya status sosial, tetapi juga latar belakang ekonomi keluarga dan jaringan pertemanan."Pada jenjang sosial yang lebih tinggi, orang-orang lebih sering memiliki akses ke akomodasi gratis di tempat liburan, seperti rumah kedua," bunyi laporan studi tersebut.Ini menunjukkan bahwa privilege sosial turut berperan besar dalam menentukan siapa yang bisa berlibur dengan mudah. Para kritikus berpendapat ketidaksetaraan ini bukanlah takdir yang harus diterima begitu saja oleh Prancis.Mereka menyarankan Prancis bisa meniru Denmark, negara yang berhasil membuat 80 persen warganya berlibur dengan dukungan yang memadai dari pemerintah. Para ahli juga sepakat pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk memungkinkan lebih banyak orang berlibur.Mereka percaya langkah semacam ini tidak hanya memberikan manfaat bagi individu, tetapi juga meningkatkan kesetaraan sosial. Saat berlibur, masyarakat dari berbagai lapisan sosial memiliki kesempatan langka untuk berbaur.Direktur pusat penelitian tren sosial dan ekonomi di Prancis, Credoc, Sandra Hoibian, menjelaskan bahwa ketika berada di tempat umum seperti pantai, festival, atau galeri budaya, orang-orang cenderung lebih terbuka dan berinteraksi satu sama lain."Berbagai kelompok sosial berinteraksi lebih sering daripada biasanya," kata Hoibian.Ia juga menambahkan bahwa mendukung lebih banyak orang untuk berlibur dan menyediakan kegiatan hiburan yang mudah diakses akan sangat membantu untuk menghilangkan batas-batas kesenjangan sosial. Dengan begitu, liburan bisa menjadi sarana untuk menyatukan masyarakat, bukan sebaliknya.