Pekerja menyelesaikan pembuatan sepatu berbahan kulit kaki ayam (ceker) di bengkel produksi Hirka Official, Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/10/2022). Foto: Novrian Arbi/Antara FotoPenurunan tarif impor produk Indonesia menjadi 19 persen oleh Amerika Serikat (AS) disambut optimistis oleh pelaku industri. Asosiasi Persepatuan Indonesia (APRISINDO) berharap momentum ini dimanfaatkan untuk menggencarkan ekspor ke pasar AS yang selama ini menjadi tujuan utama produk sepatu nasional.“Tarif 19 persen bagi Indonesia ini memberikan dampak yang positif dengan harapan meningkatkan nilai ekspor dan investasi di sektor industri padat karya alas kaki yang berdampak menyerap tenaga kerja secara langsung,” ujar Direktur Eksekutif APRISINDO, Yoseph Billie Dosiwoda, dalam keterangan resmi, Sabtu (19/7).Yoseph menilai keputusan pemerintah AS menurunkan tarif dari rencana semula 32 persen menjadi 19 persen adalah hasil kerja keras negosiasi yang perlu dijadikan peluang strategis, bukan sekadar tantangan. Pada 2024 lalu, ekspor alas kaki Indonesia ke AS tercatat mencapai USD 2,39 miliar. Dengan tarif baru ini, APRISINDO optimistis ekspor akan meningkat.“Indonesia dapat lebih bersaing dengan Vietnam 20 persen, Kamboja 36 persen, Malaysia 25 persen, Thailand 36 persen, Laos 40 persen dan Korsel dan Jepang 25 persen,” jelas Yoseph.Ilustrasi pabrik sepatu. Foto: ShutterstockPada sektor alas kaki, pekerja Indonesia memiliki keunggulan kualitas dalam membuat alas kaki dengan telaten dan rapi, pihak buyer akan mencari kualitas lebih bagus dengan tarif masuk dengan harga yang terjangkau untuk memanfaatkan peluang ini.APRISINDO juga mendorong pemerintah untuk menjadikan momentum ini sebagai pemicu percepatan reformasi struktural di dalam negeri, khususnya melalui deregulasi lintas sektor.“Percepatan deregulasi lintas kementerian dan lembaga perlu segera dilakukan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi,” kata Yoseph.Beberapa hal yang perlu dibenahi di dalam negeri, antara lain kemudahan perizinan, penyederhanaan kebijakan administrasi dan teknis, kemudahan pengurusan AMDAL, penerapan SNI, kebijakan energi terbarukan yang efisien, hingga sistem ekspor-impor yang lebih lancar. Penetapan upah dapat dijangkau berdasarkan inflasi dengan aturan yang jelas tidak berubah-ubah.