Pengamat: AS Bisa Gunakan Data RI untuk Pantau Pergerakan Tiongkok

Wait 5 sec.

Ilustrasi. (Foto: Unsplash)JAKARTA - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menduga adanya motif geopolitik di balik rencana kerja sama pertukaran data antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS).Dia mencurigai AS bisa memanfaatkan data yang diperoleh untuk memantau pergerakan Tiongkok melalui Indonesia. Pasalnya, Tiongkok menjadi negara kompetitif AS.Hal ini merespons Presiden AS Donald Trump yang membocorkan kerangka perjanjian dagang RI-AS, termasuk kesepakatan akses terhadap data dan komitmen digital."Kayaknya ini yang diincar sumber daya alamnya agar tidak jatuh ke negara lain. Indonesia ini kan masuk dalam anggota BRICS. Amerika mungkin ketakutan karena blok BRICS itu. Bisa saja dengan data itu secara tidak langsung Amerika memantau pergerakan Tiongkok," ungkapnya ketika dihubungi VOI, Rabu, 23 Juli.Ditambah lagi, produk-produk asal Tiongkok yang membanjiri pasar Indonesia dinilai akan memicu persaingan ketat dengan Negeri Paman Sam tersebut.Trubus menilai, jika kerja sama dagang Indonesia-AS benar-benar dimanfaatkan secara maksimal, maka akan terjadi keseimbangan dalam ketersediaan produk dari dua negara besar tersebut di pasar domestik Indonesia. "Barang-barang Tiongkok di sini banjir. Seharusnya yang banjir juga barang-barang Amerika," lanjutnya.Selain itu, dia menilai kerja sama kedua negara khususnya terkait pertukaran data berpotensi memicu konflik kepentingan antar negara besar. Salah satu faktor yang memicu kekhawatiran tersebut adalah kedekatan Presiden Prabowo Subianto dengan Rusia."Apalagi belakangan, Pak Prabowo sangat dekat dengan Rusia. Ini kekhawatiran kita, Indonesia menjadi ajang perebutan negara adikuasa," ujar Trubus.Trubus mengingatkan bahwa dalam dinamika geopolitik global, Indonesia memiliki posisi strategis yang bisa dimanfaatkan oleh negara-negara besar untuk kepentingan mereka.Menurutnya, kerja sama pertukaran data antara RI dan AS bisa saja menjadi pintu masuk kepentingan tertentu, termasuk pengaruh atas kawasan Asia Tenggara.Kendati demikian, Trubus masih membuka ruang optimisme terhadap kerja sama tersebut, khususnya dalam hal pemberantasan kejahatan lintas negara."Yang jelas, kita ambil saja positifnya. Mudah-mudahan ini berarti cara-cara untuk melindungi kejahatan internasional itu," ucapnya.Presiden AS, Donald Trump, secara terbuka membeberkan kerangka kerja perjanjian dagang terbaru antara AS dan Indonesia. Perjanjian ini mencakup berbagai poin penting, termasuk tarif resiprokal dan komitmen kerja sama digital antar kedua negara.Yang menjadi sorotan, perjanjian ini juga menyentuh isu pemindahan data pribadi dari Indonesia ke Amerika. Dalam dokumen resmi, disebutkan bahwa Indonesia akan memberikan kepastian hukum atas kemampuan perusahaan untuk mentransfer data pribadi ke AS.Pemerintah AS menyatakan bahwa mekanisme tersebut sejalan dengan hukum Indonesia karena Amerika dianggap sebagai negara dengan perlindungan data yang memadai.