Ilustrasi bitcoin. Foto: Westend61/Getty ImagesTransaksi aset kripto melampaui perputaran uang di situs judi online. Lonjakan tersebut membuat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyiapkan perubahan aturan untuk pajak aset kripto.Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menjelaskan, perubahan aturan diperlukan karena status aset kripto telah bergeser dari komoditas menjadi instrumen keuangan.“Dulu kami mengatur kripto itu sebagai bagian dari commodities, kemudian ketika dia (kripto) beralih kepada financial instrument, maka aturannya harus kita sesuaikan,” ucap Bimo dalam konferensi pers Peluncuran Piagam Wajib Pajak di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (22/7).Sebelumnya, pengenaan pajak terhadap kripto diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022. Dalam aturan tersebut, aset kripto dianggap sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di pasar berjangka, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan.Aset kripto dikenai pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,1 persen serta pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 0,11 persen. Tarif ini termasuk yang paling rendah di dunia.Seiring pesatnya pertumbuhan transaksi kripto, pemerintah merasa perlu melakukan penyesuaian kebijakan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan jumlah investor kripto di Indonesia terus naik, mencapai 14,16 juta orang per April 2025 meningkat dari 13,71 juta orang di bulan sebelumnya.Tak hanya dari sisi jumlah investor, nilai transaksi kripto juga melonjak drastis. Dalam tiga bulan pertama 2025, total transaksi kripto mencapai Rp 109,3 triliun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari total transaksi judi online (judol) yang dilaporkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebesar Rp 47 triliun pada periode yang sama.Kenaikan transaksi ini berdampak langsung pada penerimaan negara. Sejak diberlakukan pada 2022 hingga Maret 2025, penerimaan pajak transaksi kripto mencapai Rp 1,2 triliun.***Reporter: Nur Pangesti