Hasto Kristiyanto/DOK ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nzJAKARTA - Filsuf Franz Magnis Suseno atau Romo Magnis hingga Jaksa Agung periode 1999-2001, Marzuki Darusman, mengirimkan dokumen Amicus Curiae kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagai pandangan hukum terkait dugaan suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto KristiyantoSidang kasus yang melibatkan Hasto Kristiyanto tersebut bakal memasuki babak akhir pada proses peradilan tingkat pertama. Sebab, majelis hakim bakal membacakan putusan atau vonis pada Jumat, 25 Juli."Perkenankan kami Aliansi Akademik Independen turut memberikan pandangan akademik kami dalam perspektif socio-legal yaitu melihat hukum dalam konteks, dan bertujuan mendukung prinsip due process of law, serta supremasi hukum dalam proses peradilan pidana," sebagaimana dikutip dari dokumen amicus curiae tersebut, Selasa, 22 Juli.Melalui Amicus Curiae, Romo Magnis dan puluhan akademis lainnya memandang penuntutan terhadap Hasto janggal dan menimbulkan kekhawatiran besar bahwa independensi peradilan dan demokrasi melemah.Kemudian, dalam proses peradilan juga terlihat lemahnya alat bukti, prosedur acara pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipaksakan hingga momentum dimulainya proses penyidikan.Karenanya, kasus yang melibatkan Hasto Kristiyanto dipandang sebagai proses pemidanaan yang didasari dengan motif poltik."Kasus ini tampak menjelma sebagai politically motivated prosecution, yaitu pemidanaan dan penuntutan yang lebih didasarkan pada motif politik daripada hukum," sebutnya. Proses pemidanaan dan penuntutan yang bermotif poltik disebut sering terjadi di negera otoriter. Bahkan, menjadi fenomena yang mengancam prinsip keadilan hukum di negara demokratis, seperti Indonesia.Selain itu, kasus seperti ini juga kerap terjadi di negara dengan sistem demokrasi yang lemah atau dengan pemimpin yang otoriter.Pada dokumen itu turut mengutip pernyataan ahli politik dari Havard University, Steven Levitsky, yang menyebut penguasa populis otoriter sering menggunakan hukum sebagai senjata untuk menyerang lawan politik dan mempertahankan kekuasaan.Dalam kasus Hasto Kristiyanto, dianggap karena sikap kritis kepada pemerintahan Jokowi. Sehingga, nampak motif politik di baliknya."Hasto dituntut dengan tuduhan yang tak jelas, lemah bukti dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat," katanya.Berikut adalah daftar akademisi yang tergabung dalam Aliansi Akademik Independen.1. Prof. Franz Magnis Suseno dari Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara2. Prof. Maria W Soemardiono dari Universitas Gadjah Mada (UGM)3. Mayling Oey-Gardiner dari UI4. Prof. Riris Sarumpaet dari UI5. Prof Ramlan Surbakti dari Universitas Airlangga (Unair)6. Prof. Manneke Budiman dari UI7. Prof. Francisia Saveria Sika Seda dari UI8. Prof. Daldiyono dari UI9. Prof. Teddy Prasetyono dari UI10. Prof. Melani Budianta dari UI11. Marzuki Darusman selaku Jaksa Agung 1999-200112. Prof. P.M. Laksono dari UGM13. Prof. Masduki dari Unjversitas Islam Indonesia (UII)14. Prof. Asvi Warman Adam dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).15. Dr. Suparman Marzuki dari UII16. Dr. Hilmar Farid selaku sejarawan17. Dr. A. Prasetyantoko dari Unika Atmajaya18. Dr. Suraya Afif dari UI19. Dr. Haryatmoko dari STF Driyarkara20. Dr. Setyo Wibowo dari STF Driyarkara21. Dr. Pinky Wisnusubroto dari Unair22. Usman Hamid dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera23. Prof. Sulistyowati Irianto dari UI