Kejaksaan Agung menahan tersangka baru kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada Sritex. Foto: Jonathan Devin/kumparanKejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit kepada Sritex. Dalam kasus ini, Kejagung membagi para bank pemberi kredit menjadi 2 klaster."Penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi di PT Sritex ini terbagi menjadi dua klaster," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, dalam jumpa pers, Selasa (22/7).Nurcahyo menjelaskan, klaster pertama terdiri dari 3 bank pembangunan daerah (BPD) yang memberikan kredit kepada Sritex. Tiga bank itu, yakni: Bank DKI, Bank Jateng, dan BJB.Dalam klaster ini, Kejagung telah menetapkan masing-masing orang yang bertanggung jawab dalam pemberian kredit menjadi tersangka.Kemudian untuk klaster kedua, lanjut Nurcahyo, terdiri dari bank-bank sindikasi."Satu lagi klaster yang kami masih melakukan penyidikan juga, yaitu terhadap pemberian kredit di dua bank, yaitu BNI, BRI dan LPEI. Kreditnya ini kredit sindikasi," jelas Nurcahyo.Kejaksaan Agung menahan tersangka baru kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada Sritex. Foto: Jonathan Devin/kumparanDari bank sindikasi ini, Nurcahyo mengakui belum ada tersangka yang dijerat. Dia mengungkapkan, proses pendalaman masih terus dilakukan.Kejaksaan Agung menahan tersangka baru kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada Sritex. Foto: Jonathan Devin/kumparan"Saat ini masih dalam proses penyidikan tentunya. Nantinya pengembangannya juga akan kami sampaikan," ucap dia.Dalam kasus ini, Kejagung total sudah menetapkan 11 orang sebagai tersangka. Mereka berasal dari jajaran petinggi Sritex, Bank DKI, Bank Jateng, hingga BJB.Para tersangka diduga bersekongkol untuk memberikan kredit kepada Sritex. Diduga, pemberian tersebut dilakukan secara tidak sesuai aturan.Perbuatan para tersangka diduga telah merugikan negara hingga Rp 1,08 triliun. Kerugian itu berasal dari kredit yang diberikan Bank DKI, Bank Jateng, dan BJB, kepada Sritex namun tak bisa dilunasi.Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.