Ilustrasi (Foto: Dok. ANTARA)JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada perdagangan Selasa, 22 Juli diperkirakan akan bergerak melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).Untuk diketahui mengutip Bloomberg, pada hari Senin, 21 Juli, Kurs rupiah spot di tutup turun 0,16 persen ke level Rp16.323 per dolar AS. Sementara itu, kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) ditutup melemah 0,18 persen ke level harga Rp16.330 per dolar AS.Pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi menyampaikan bahwa meningkatnya ketidakpastian tarif AS terus menjadi tranding dikalangan para investor, setelah Wall Street Journal melaporkan bahwa Uni Eropa sedang mempersiapkan tindakan balasan atas tarif perdagangan Presiden AS Donald Trump."Hal ini merupakan tanggapan atas tuntutan pejabat AS atas lebih banyak konsesi dari blok tersebut untuk kesepakatan perdagangan potensial, termasuk tarif dasar sebesar 15 persen, yang mengejutkan para negosiator Uni Eropa," ujarnya dalam keterangannya, dikutip Selasa, 22 Juli. Selain itu, ia menyampaikan dalam laporan tersebut juga menggarisbawahi ketidakpastian atas kebijakan perdagangan AS, terutama karena batas waktu 1 Agustus untuk pemberlakuan tarif Trump semakin dekat. "Menteri Perdagangan Howard Lutnick mengatakan bahwa 1 Agustus adalah tenggat waktu yang ketat untuk tarif, yang berkisar antara 20 persen hingga 50 persen terhadap negara-negara ekonomi utama," tuturnya. Ibrahim menyampaikan bahwa investor juga sedang menunggu berita dari AS tentang kemungkinan sanksi lebih lanjut, setelah Presiden Donald Trump awal pekan ini mengancam akan memberikan sanksi kepada pembeli ekspor Rusia kecuali Moskow menyetujui kesepakatan damai dalam 50 hari. Selain itu, investor bersikap hati-hati karena tarif AS akan mulai berlaku pada 1 Agustus.Sementara dari dalam negeri, Ibrahim menyampaikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2025 diperkirakan tidak jauh berbeda dengan kuartal sebelumnya sebesar 4,87 persen secara tahunan, walaupun dikuartal kedua terdapat momen libur sekolah, tetapi dampaknya tidak sebesar Ramadan dan Lebaran. Selain itu, ia menambahkan, belanja pemerintah masih lambat dan Pemerintah telah mulai membuka efisiensi pada Maret lalu, tetapi serapannya masih belum terakselerasi. Kemudian, Ibrahim menyampaikan bahwa pemerintah memang memberi stimulus, tetapi kebijakan tersebut baru muncul pada akhir kuartal kedua alias Juni 2025, ditambah belum lagi cakupan stimulus yang relatif terbatas, hanya untuk calon kelas menengah, padahal kelompok kelas menengah yang menyumbang lebih dari 50 persen dari total konsumsi. Konsumsi rumah tangga pada periode tersebut menyumbang 54,53 persen terhadap PDB hanya mampu tumbuh 4,89 persen yoy meski terdapat Ramadan dan Lebaran.Sementara konsumsi pemerintah kontraksi 1,38 persen dan hanya menyumbang 5,88 persen terhadap PDB. Adapun pembukaan blokir anggaran sampai dengan 24 Juni 2025 telah dilakukan senilai Rp134,9 triliun dari total Rp306,7 triliun yang dicadangkan. Terbukti dalam Laporan Semester I APBN 2025, realisasi belanja negara pada periode tersebut baru mencapai Rp1.406 triliun atau 38,8 persendari pagu yang mencapai Rp3.621,3 triliun. Sementara itu, belanja negara bahkan diperkirakan hanya akan tersalurkan 97,4 persen atau sekitar Rp3.527,5 triliun sampai dengan akhir tahun. Sebelumnya, Kementerian Keuangan meyakini usai membuka blokir anggaran dan ditambah dengan stimulus, ekonomi pada kuartal II/2025 dapat tumbuh lebih dari 4,7 persen estimasi awal otoritas fiskal dan pemerintah telah berusaha untuk mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi untuk kuartal II/2025.Adapun hal tersebut dilakukan melalui belanja pemerintah berupa penyaluran stimulus fiskal, mulai dari diskon transportasi, Bantuan Subsidi Upah (BSU), hingga tambahan bantuan pangan yang totalnya mencapai Rp24,4 triliun. Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah pada perdagangan Selasa, 22 Juli 2025 dalam rentang harga Rp16.310 - Rp16.360 per dolar AS.