Ilustrasi laba-laba. Foto: Faisal Rahman/kumparanPada 1973, NASA pernah membuat eksperimen dengan mengirim dua laba-laba ke luar angkasa untuk melihat apakah mereka masih bisa membuat jaring di lingkungan nol gravitasi? Hasilnya cukup mencengangkan.Eksperimen ini bukanlah ide dari ilmuwan NASA, melainkan dari seorang siswi SMA berusia 17 tahun asal Massachusetts, Amerika Serikat, bernama Judith Miles. Ia mengusulkan eksperimen tersebut pada tahun 1972, kebetulan di tahun yang sama David Bowie merilis album legendaris "The Rise and Fall of Ziggy Stardust and the Spiders from Mars".Proposal Judith kemudian disetujui sebagai bagian dari proyek NASA yang memberi kesempatan pada pelajar untuk mengusulkan eksperimen di Skylab, stasiun luar angkasa pertama milik AS yang aktif antara Mei 1973 hingga Februari 1974.NASA kemudian menyiapkan dua laba-laba betina bernama Arabella dan Anita dalam eksperimen ini. Keduanya merupakan laba-laba dari jenis European garden spider. Mereka dimasukkan ke dalam botol plastik kecil dan diluncurkan ke orbit rendah Bumi pada 28 Juli 1973 bersama misi Skylab 3. Setelah sampai di luar angkasa, Arabella dipindahkan ke dalam wadah khusus untuk mulai menjalankan misinya, membuat jaring di gravitasi mikro.Awalnya, Arabella kesulitan beradaptasi. Jaring yang ia buat di hari pertama tampak sangat sederhana dan tak rapi. Tapi di hari kedua, ia mulai membentuk jaring sempurna seperti di Bumi. Melihat hasil tersebut, tim NASA memperpanjang eksperimen.Judith Miles, seorang siswi SMA, tengah membahas eksperimen Skylab yang diusulkannya bersama Keith Demorest dan Henry Floyd dari Marshall Space Flight Center, pada tahun 1972. Foto: NASAKedua laba-laba itu memang sempat kikuk menghadapi lingkungan yang aneh, tapi tak butuh waktu lama bagi mereka untuk kembali menunjukkan keahlian alaminya. Mereka mampu memintal jaring, bahkan dengan benang yang lebih halus dari biasanya.Meski fokus utamanya adalah laba-laba, eksperimen ini sebenarnya bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang lebih besar tentang bagaimana kondisi tanpa gravitasi memengaruhi sistem saraf pusat hewan, dan secara lebih luas, manusia.Menurut NASA, struktur jaring laba-laba adalah cerminan dari kondisi sistem sarafnya. Di Bumi, laba-laba mengandalkan berat tubuhnya dan gaya gravitasi untuk menentukan arah dan ketebalan benang. Jadi, di luar angkasa, mereka dipaksa beradaptasi dengan stimulus baru, sesuatu yang juga bisa terjadi pada manusia saat tinggal di lingkungan antariksa.Sayangnya, baik Arabella maupun Anita tidak bisa kembali ke Bumi. Keduanya mati di luar angkasa, kemungkinan besar karena dehidrasi. Meski begitu, mereka telah membuka pintu bagi riset-riset lebih lanjut soal kehidupan di ruang angkasa.Sejak eksperimen Arabella dan Anita, sudah ada beberapa penelitian lain yang melibatkan laba-laba di luar angkasa. Salah satunya dilakukan oleh ilmuwan dari University of Basel yang mempelajari perilaku laba-laba Trichonephila clavipes di International Space Station (ISS).Hasilnya? Menarik sekali. Di Bumi, jaring laba-laba cenderung asimetris dengan titik pusat yang agak ke atas, memudahkan mereka turun cepat ke arah mangsa. Tapi di ISS, jaring yang dibentuk lebih simetris, dengan titik tengah di tengah-tengah jaring. Itu menunjukkan bahwa laba-laba bisa mengubah kebiasaan lamanya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tanpa gravitasi.Laba-laba boleh kecil, tapi eksperimen mereka memberi kita wawasan besar tentang bagaimana makhluk hidup, termasuk manusia bereaksi terhadap kondisi ekstrem. Terima kasih, Arabella dan Anita. Kalian mungkin tak bersuara, tapi warisan ilmiah kalian sangat berharga.