APPBI Soroti Fenomena Rojali: Bukan Tren Baru, Selalu Terjadi Tiap Saat

Wait 5 sec.

Ilustrasi mall (Unsplah)JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja mengungkapkan bahwa fenomena pengunjung yang datang ke pusat perbelanjaan namun minim melakukan pembelian bukanlah hal baru.Menurutnya, kondisi tersebut memang kerap terjadi dan sangat dipengaruhi oleh faktor daya beli masyarakat. Hal ini ia ungkapkan menanggapi tren Rombongan Jarang Beli (Rojali)."Pengunjung datang ke pusat perbelanjaan tapi sedikit atau tidak belanja bukan tren baru. Ini selalu terjadi setiap saat, namun jumlahnya sangat tergantung pada berbagai faktor, seperti yang terjadi saat ini, yaitu daya beli masyarakat yang masih belum pulih, khususnya kelas menengah bawah," ujarnya dihubungi VOI, Sabtu, 26 Juli.Meski demikian, Alphonzus menyebut tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan justru mengalami kenaikan. "Di tengah kondisi daya beli yang menurun, masyarakat tetap datang berkunjung ke Pusat Perbelanjaan. Rata-rata tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan meningkat sekitar 10 persen dibandingkan tahun lalu," ucapnya."Karena saat ini pusat perbelanjaan adalah salah satu fasilitas publik yang memenuhi kebutuhan masyarakat bukan saja dalam hal berbelanja tapi juga hal lainnya seperti hiburan, edukasi dan lain sebagainya," lanjut Alphonzus.Ia menjelaskan, masyarakat kelas menengah bawah yang mengalami penurunan daya beli cenderung mengalihkan pengeluarannya pada barang dengan harga yang lebih murah.Alphonzus optimistis kondisi tersebut tidak akan berlangsung selamanya. Ia memperkirakan situasi akan kembali membaik seiring pulihnya daya beli masyarakat.Sementara itu, Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS), Ateng Hartono mengatakan, dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2025, menunjukkan adanya kecenderungan kelompok atas untuk menahan konsumsi alias 'Rojali'.Meski begitu, ia menekankan bahwa fenomena tersebut belum tentu berdampak langsung terhadap angka kemiskinan nasional.Menurut Ateng, meski istilah ini tidak selalu menggambarkan kemiskinan secara statistik, namun fenomena sosial semacam ini patut menjadi perhatian serius dalam perumusan kebijakan publik.