Ilustrasi belanja menggunakan kartu kredit. Foto: ShutterstockGenerasi Z dikenal aktif dalam mencari informasi sebelum membeli. Mereka memanfaatkan mesin pencari, menonton video ulasan di YouTube, hingga membaca testimoni di berbagai platform e-commerce. Dalam proses ini, aspek rasional terlihat jelas: mereka membandingkan harga, menilai spesifikasi, dan memeriksa keaslian produk.Contohnya, sebelum membeli smartphone, seorang konsumen Gen Z bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk membandingkan fitur antar merek, menonton ulasan teknis, hingga mencari promosi terbaik di berbagai situs. Bagi mereka, keputusan pembelian harus didukung oleh data.Dipengaruhi Narasi dan Tren EmosionalNamun, sisi emosional juga sangat dominan dalam perilaku konsumsi mereka. Banyak keputusan dibentuk oleh tren viral, kampanye sosial, atau keterikatan emosional dengan brand. Produk dengan desain menarik, cerita unik, atau nilai moral yang kuat sering kali menjadi pilihan, meski harganya lebih tinggi atau tidak sepenuhnya fungsional.Contoh nyata dapat dilihat dalam pembelian sepatu kolaborasi antara merek ternama dengan artis K-Pop. Meski secara fungsi tidak berbeda jauh dengan produk reguler, antusiasme Gen Z untuk memiliki edisi khusus sangat tinggi. Faktor eksklusivitas dan identitas yang melekat pada produk menjadi pendorong utama.Media Sosial sebagai Pemicu KeputusanMedia sosial memiliki peran besar dalam membentuk pola konsumsi emosional Gen Z. Di platform seperti TikTok atau Instagram, konten seperti unboxing, testimoni influencer, hingga tren #TikTokMadeMeBuyIt mampu meningkatkan penjualan produk secara drastis.Contoh lainnya, produk skincare lokal bisa tiba-tiba laris manis hanya karena direkomendasikan oleh seorang kreator konten yang relatable. Banyak Gen Z membeli produk tersebut bukan hanya karena kandungannya, tetapi karena ingin ikut merasakan pengalaman emosional yang sama.Boikot sebagai Bentuk Konsumsi EmosionalTidak hanya soal ketertarikan, emosi juga memengaruhi keputusan untuk menolak. Brand yang terlibat dalam isu kontroversial atau dianggap tidak sesuai dengan nilai moral tertentu dapat mengalami penurunan penjualan secara drastis akibat boikot dari konsumen Gen Z.Sebagai ilustrasi, ketika sebuah brand fast fashion diketahui menggunakan tenaga kerja tidak layak, banyak pengguna Gen Z di media sosial menyerukan untuk berhenti membeli produk dari brand tersebut, dan menyarankan alternatif yang lebih etis.Keseimbangan Antara Akal dan PerasaanData dan contoh menunjukkan bahwa perilaku konsumsi Gen Z bukan semata-mata rasional atau emosional, melainkan gabungan keduanya. Mereka melakukan riset mendalam seperti konsumen rasional, namun keputusan akhir sering kali dipengaruhi oleh faktor emosional seperti nilai personal, visualisasi identitas, dan tekanan sosial.Dalam dunia yang serba cepat dan terkoneksi, Gen Z menuntut lebih dari sekadar fungsi. Mereka menginginkan produk yang mencerminkan siapa mereka, apa yang mereka pedulikan, dan bagaimana mereka ingin dilihat.