DOK ANTARAJAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap pemeriksaan saksi dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2024-2024 pada Kementerian Agama (Kemenag) tak sembarangan dilakukan. Penyidik pasti menyusun daftar sesuai kebutuhan.Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat disinggung perihal peluang pemeriksaan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf.Organisasi masyarakat (ormas) keagamaan ini terseret dalam pusaran dugaan korupsi kuota haji karena memanggil Syaiful Bahri selaku staf PBNU pada Selasa, 9 September.“Kebutuhan pemeriksaan kepada siapa, nanti kami akan melihat ya dalam proses penyidikannya,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 15 September.Para saksi yang dipanggil, sambung Budi, juga dipastikan berkaitan dengan bukti yang sudah dimiliki penyidik. Sebab, penggeledahan di sejumlah lokasi sudah dilakukan termasuk di rumah eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.“Jadi dari pemeriksaan beberapa saksi yang sudah dilakukan, kegiatan penggeledahan dan penyitaan, penyidik juga telah melakukan penyitaan beberapa aset yang diduga terkait ataupun merupakan hasil dari dugaan tindak pidana korupsi ini,” tegasnya. Diberitakan sebelumnya, KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dugaan korupsi penambahan kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024. Lembaga ini beralasan penerbitan itu dilakukan supaya mereka bisa melakukan upaya paksa.Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik korupsi ini.Kerugian negara dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji periode 2023-2024 ini disebut mencapai Rp1 triliun lebih. Jumlah ini tapi masih bertambah karena baru hitungan awal KPK yang terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Belum ada tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini. Tapi, penyidik sudah memeriksa sejumlah saksi, termasuk Yaqut Cholil Qoumas selaku eks Menteri Agama pada periode pemerintahan Presiden ke-7 RI Presiden Joko Widodo (Jokowi).Kasus ini berawal dari pemberian 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi bagi Indonesia untuk mengurangi antrean jamaah. Hanya saja, pembagiannya ternyata bermasalah karena dibagi sama rata, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.Padahal, berdasarkan perundangan, pembagian seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.Belakangan, pembagian bermasalah itu disinyalir karena adanya uang dari pihak travel haji dan umrah maupun asosiasi yang menaungi ke Kementerian Agama. Setelah dapat jatah, mereka menjual kuota tambahan tersebut kepada calon jamaah haji.