Pengemudi ojek daring dengan membawa penumpang melintas di Kawasan Pasar Jumat, Jakarta, Selasa (1/7/2025). (ANTARA/Muhammad Iqbal/foc)JAKARTA – Setelah menggelontorkan Rp200 triliun dana ke lima bank negara, pemerintah kini menyiapkan paket kebijakan ekonomi. Targetnya sama, memacu pertumbuhan ekonomi nasional.Pemerintah tengah menyiapkan paket kebijakan ekonomi di triwulan IV-2025 untuk mempercepat pelaksanaan program pembangunan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan programnya berjumlah “8+4”. Belum semuanya dirinci, namun ia menyebutkan beberapa di antaranya.Salah satu fokus utamanya adalah menjaring pekerja lepas atau mitra, seperti pengemudi ojek online (ojol), ke dalam program jaminan sosial. Nantinya, pekerja tersebut akan memperoleh perlindungan berupa jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), dan jaminan kematian (JKM). Untuk mendukung kebijakan ini, pemerintah mewacanakan menanggung 50 persen pembayaran iuran bagi pengemudi ojek daring.Menurut hitung-hitungan ekonom, nilai anggaran pemerintah cukup signifikan, namun di sisi lain manfaatnya bagi pekerja juga besar.Bukan Program Jangka PendekPemerintah sebelumnya juga meluncurkan sejumlah paket kebijakan ekonomi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan permintaan masyarakat. Terakhir, pemerintah menggelontorkan paket kebijakan pada Juni-Juli 2025 dengan stimulus senilai Rp24,44 triliun.Kala itu, Presiden Prabowo Subianto memutuskan lima kelompok kebijakan dalam paket stimulus dengan sasaran utama sektor transportasi, bantuan sosial, subsidi upah, dan insentif tol.Terkait paket kebijakan pemerintah, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan mendukung penuh program tersebut.”Semaksimal mungkin. Saya ingin nanti di akhir tahun, semua uang yang kita punya bisa dipakai secara efektif. Jadi, enggak akan ada sisa uang yang berlebihan seperti dulu lagi. Uang dipakai untuk pembangunan,” katanya.Pengemudi ojek online (ojol) yang tergabung dalam Unit Reaksi Cepat (URC) Bergerak melakukan unjuk rasa di Jakarta, Kamis (17/7/2025). Unjuk rasa tersebut dalam rangka menolak perubahan status mitra mandiri menjadi karyawan, menolak wacana pemotongan komisi 10 persen dan menuntut adanya payung hukum yang mengatur tentang perlindungan ojol. (ANTARA/Sulthony Hasanuddin/agr/pri)Kembali ke soal wacana pemberian Iuran jaminan sosial untuk pekerja lepas atau mitra seperti ojol, pengamat ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menuturkan, memang sudah seharusnya dilakukan sejak lama. Hal ini, kata dia sesuai dengan apa yang kerap disuarakan banyak pihak, termasuk CELIOS, bahwa harus ada perlindungan bagi semua pekerja, termasuk pekerja lepas.“Skema pemberian bantuan iuran ini memang sudah lama kami suarakan. Alasannya bukan hanya soal insentif, tapi lebih kepada pemberian jaminan sosial bagi pekerja secara keseluruhan,” ucap Huda kepada VOI.“Skema pemberian bantuan ini bisa mendorong pekerja lepas untuk bisa mengakses program pemerintah. Jadi saya harap program ini bukan program jangka pendek,” imbuhnya.Atas dasar tersebut, Huda meyakini akan sangat memungkinkan bagi pemerintah untuk membuat program terkait dengan jaminan sosial pengemudi ojek online dan pekerja sejenis lainnya.“Tinggal merumuskan skema untuk pembayaran yang disesuaikan dengan karakteristik pekerja,” katanya.Anggaran SignifikanSementara itu Kepala Pusat Makroekonomi dan Finansial Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman menuturkan, dari beberapa data yang didapat, jumlah pengemudi ojek online di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari empat juta orang. Namun baru sekitar 250 ribu orang yang terlindungi oleh jaminan sosial ketenagakerjaan.Mengutip Kompas, dengan iuran Rp16.800 per bulan untuk program JKK dan JKM, serta Rp36.800 bila ditambah untuk JHT, pemerintah harus mengeluarkan sekitar Rp176 miliar sampai Rp400 miliar per tahun untuk iuran pengemudi ojol saja. Nilai ini dihitung jika pemerintah memberikan subsidi iuran 50 persen.Diakui Rizal, nilai anggaran ini cukup signifikan, tapi di sisi lain memberikan manfaat yang besar bagi pekerja. Manfaat yang didapat antara lain pekerja mendapat perlindungan dasar risiko kecelakaan dan kematian. Beban iuran juga berkurang sehingga dapat menjaga daya beli. Di saat yang sama, kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan semakin luas.Namun ia juga menyebutkan sejumlah risiko yang harus diperhitungkan pemerintah. Dari sisi fiskal, subsidi ratusan miliar rupiah per tahun jelas menjadi beban yang jumlahnya tidak kecil. Dengan demikan, konsistensi anggaran subsidi di tengah keterbatasan ruang fiskal negara harus dipastikan.Dari sisi implementasi, rendahnya literasi jaminan sosial ketenagakerjaan dan akses pekerja informal dapat membuat pemanfaatan program tidak optimal. Risiko penyimpangan juga terbuka. Misalnya, perusahaan platform berpotensi menggunakan subsidi dari pemerintah untuk menghindari tanggung jawab terhadap kesejahteraan mitra. Dari sisi pekerja, mereka bisa abai pada kepatuhan prosedural.“Selain itu, meningkatnya jumlah peserta juga akan mendorong klaim jaminan sosial. Jadi, BPJS Ketenagakerjaan perlu memastikan sistem pengelolaan risiko dan pembiayaan tetap berkelanjutan,” ucapnya.Siapa Bertanggung Jawab?Ketua Umum Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (RBPI) Ika Rostianti menyambut positif rencana pemerintah menanggung 50 persen iuran JKK, JKM, dan JHT pekerja lepas atau pekerja mitra seperti pengemudi ojol. Ia yakin rencana tersebut mampu meringankan beban pekerja.Hanya saja, ia menambahkan, rencana itu memiliki tantangan. Misalnya, kejelasan soal siapa yang akan menanggung sisa total iuran. Apalagi, dalam konteks kondisi pekerja lepas ataupun pekerja mitra, seperti pengemudi ojek daring.Pekerja dalam kategori ini umumnya bekerja untuk lebih dari satu pemberi kerja ataupun platform ride hailing. ”Kami sejak awal berharap pemerintah yang menanggung 100 persen JKK, JKM, dan JHT bagi pengemudi ojek daring,” ujar Ika.Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi 2025, yang terdiri atas salah satunya delapan program untuk tahun 2025 dalam jumpa pers di Kantor Presiden RI, Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Senin (15/9/2025). (ANTARA/Genta Tenri Mawangi)Pendapat berbeda dikemukakan Reni Sondari dari Divisi Pendidikan Serikat Demokrasi Pengemudi Indonesia. Menurutnya, perusahaan platform ride hailing-lah yang semestinya bertanggung jawab penuh membayarkan iuran jaminan sosial ketenagakerjaan bagi pengemudi mitra. Jadi, bukan pemerintah yang membantu subsidi.”Selama ini, pengemudi ojek daring berkontribusi besar terhadap platform ride hailing. Sebagian dari mereka yang memiliki kesadaran pentingnya jaminan sosial ketenagakerjaan bersedia membayar sendiri. Kalau pemerintah memberikan subsidi iuran, berarti pemerintah tidak bisa tegas terhadap perusahaan platform,” kata Reni.