Menteri ESDM Bahlil Lahadalia usai pelantikan Dirjen Migas di kantor Kementerian ESDM, Jumat (29/8/2025). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparanPasokan BBM jenis bensin (gasoline) di SPBU milik swasta, terutama Shell Indonesia dan BP-AKR, hingga kini masih seret. Solusi dari pemerintah nyatanya belum bisa mengatasi masalah tersebut.Seretnya pasokan BBM di badan usaha swasta terjadi setidaknya sejak akhir Agustus 2025 lalu. Pun, kondisi ini bukan pertama kalinya terjadi sepanjang tahun ini.President Director & Managing Director Mobility Shell Indonesia, Ingrid Siburian, mengatakan produk bensin (gasoline) yakni Shell Super, Shell V-Power, dan Shell V-Power Nitro+, kini tidak tersedia di beberapa SPBU."Shell Indonesia ingin menginformasikan bahwa produk BBM Shell Super, Shell V-Power, dan Shell V-Power Nitro+ tidak tersedia di beberapa jaringan SPBU Shell hingga waktu yang belum dapat dipastikan," kata Ingrid dalam keterangannya, Rabu (27/8).Sementara itu, Presiden Direktur BP-AKR, Vanda Laura, mengatakan stok bensin perusahaan juga tidak tersedia di beberapa jaringan SPBU."Saat ini beberapa jaringan SPBU BP mengalami keterbatasan stok BBM BP Ultimate dan BP 92, sehingga tidak dapat melayani penjualan produk BBM secara lengkap," kata Vanda.Jawaban BahlilSuasana SPBU Shell di Cikini, Jakarta, Sabtu (8/2/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparanMenteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, berulang kali buka suara terkait seretnya pasokan BBM di SPBU swasta. Namun, jawabannya selalu sama.Pada akhir Agustus lalu, Bahlil memastikan bahwa Kementerian ESDM sudah memberikan izin impor BBM kepada perusahaan-perusahaan swasta. Bahkan, kuota impor tersebut 10 persen lebih besar dari kuota tahun 2024."Saya ingin mengatakan bahwa semua perusahaan-perusahaan swasta itu telah mendapatkan kuota impor yang jumlahnya sama dengan 2024 ditambah dengan 10 persen," katanya saat ditemui di Istana Negara, Rabu (27/8).Kemudian, Bahlil menegaskan bahwa opsi tambahan impor BBM untuk swasta tidak menjadi pertimbangan pemerintah. Dia mempersilakan SPBU swasta membeli pasokan BBM dari PT Pertamina (Persero) jika pasokan kurang."Kalau ada yang masih kurang, ya silakan beli di Pertamina. Kan Pertamina juga barangnya ada, karena ini terkait dengan neraca ekspor impor kita," tegas Bahlil saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat (29/8)."Saya pikir bukan kita memilih kasih, semuanya kita kasih. Tapi kan harus ada juga bagian-bagiannya kita harus jaga tentang kondisi negara kita," imbuhnya.Pemerintah kemudian melaksanakan sinkronisasi pasokan BBM pelat merah dengan swasta. Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menyebutkan Bahlil sudah merapatkan kebijakan sinkronisasi pasokan BBM swasta dan Pertamina."Pak Menteri ESDM sudah menyampaikan bahwa ini disinkronkan, untuk proses impor antara PT Pertamina dengan badan usaha," ungkap Yuliot saat ditemui di kompleks parlemen, Rabu (3/9).Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung usai gelaran Musyawarah Nasional (Munas) Himpunan Kawasan Industri (HKI) di Jakarta, Kamis (19/6/2025). Foto: Widya Islamiati/kumparanYuliot menjelaskan penyebab langkanya BBM di SPBU swasta karena pergeseran permintaan dari BBM bersubsidi Pertamina, karena pembelian diperketat menggunakan QR code. Total pergeserannya bisa mencapai 1,4 juta kiloliter (KL).Terakhir, terkait stok BBM di SPBU swasta yang masih kosong dan mulai berdampak kepada para pekerjanya, jawaban Bahlil tetap sama. Ia menuturkan badan usaha swasta bisa melakukan kolaborasi dengan PT Pertamina (Persero).“Sebenarnya mereka bisa melakukan kolaborasi dengan Pertamina. Dan kemarin saya sudah pimpin rapatnya Pertamina. Dan Wakil Menteri (Wamen) saya juga sudah pimpin rapat. Tapi nanti saya akan mengecek perkembangan terakhir dari tim yang kemarin saya bentuk untuk mengatasi ini,” kata Bahlil di Istana Negara, Jakarta Pusat pada Senin (15/9).Terkait alokasi impor, tidak ada jawaban baru dari Bahlil. Ia menuturkan, badan usaha swasta sebenarnya sudah mendapat tambahan kuota impor di tahun 2024. Untuk besaran, pada tahun 2025 badan usaha SPBU swasta sudah diberi kuota sebesar 110 persen.“Jadi sangatlah tidak tepat kalau dikatakan kuota impornya tidak kita berikan. Contoh, 2024 si perusahaan A mendapat 1 juta kiloliter. Contohnya, di 2025 kita memberikan kuota impor 1 juta kiloliter plus 10 persen. Berarti 1 juta 100 kiloliter,” ujarnya.Selain itu, ia juga menjelaskan skema pembelian oleh badan usaha SPBU swasta jika ingin membeli BBM dari Pertamina.“Nah, kalau masih ada kekurangan, kita minta untuk melakukan kolaborasi dengan Pertamina. Kenapa? Karena ini terkait dengan hajat hidup orang banyak. Cabang-cabang industri yang menyangkut hajat hidup orang banyak itu tetap harus dikontrol oleh negara. Supaya apa? Semuanya baik,” kata Bahlil.