Petugas keamanan melakukan penjagaan di kawasan Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (3/9/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTOMenjelang Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) September 2025, ekspektasi terhadap arah kebijakan moneter kembali mencuat.Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, memproyeksikan BI akan menahan suku bunga acuan di level 5 persen setelah dua kali berturut-turut melakukan penurunan."Di 5 persen (proyeksi), tapi view kita sih di akhir tahun memang akan ada sekali lagi penurunan suku bunga acuan," ucap Ekonom yang akrab disapa Asmo, ketika dihubungi kumparan, Senin (15/9).Menurut Asmo, salah satu alasan BI diperkirakan menahan suku bunga adalah karena kondisi inflasi yang masih terjaga. Ia menilai, tak ada risiko signifikan yang membuat inflasi bergerak di atas kisaran target BI.Faktor lain yang turut memengaruhi keputusan BI adalah arah kebijakan moneter global, khususnya langkah Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan menurunkan suku bunga pada pekan ini. Asmo menyebut, BI sebenarnya sudah lebih dulu mengambil langkah antisipatif dengan memangkas suku bunga acuan dua kali sebelumnya."Nah kemudian setelah turun kan kemudian ada dolarnya melemah atau rupiahnya relatif menguat kembali. Nah di sana ketika kombinasi rupiah menguat dan juga inflasi yang relatif masih berada dalam target range-nya BI, ya memang kemudian suku bunga bisa diturunkan kembali begitu,” jelasnya.Asmo bilang, pertimbangan lain bagi BI untuk menahan suku bunga ialah kebutuhan menjaga momentum pemulihan ekonomi dalam negeri.Seorang warga beraktivitas di rel kereta api di kawasan Pejompongan, Jakarta, Kamis (16/7/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparanTerkait kebijakan fiskal, Asmo menilai proyeksi BI menahan suku bunga tetap sejalan dengan langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi yang menggelontorkan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) Rp 200 triliun ke bank Himbara."Terus kemarin juga sudah melakukan burden sharing ya, mensupport dengan bagi beban untuk suku bunga ya, SBN yang ditanggung dari pembelian yang BI lakukan ke pemerintah. Jadi sebenarnya udah ada ekspansi moneternya, dua-duanya sebenarnya masih inline melakukan dua kebijakan yang ekspansi gitu,” papar dia.Lebih lanjut, Asmo berpendapat keberhasilan mendorong pertumbuhan ekonomi di semester II 2025 sangat bergantung pada kecepatan realisasi belanja pemerintah.Ia menyebut, di luar dukungan likuiditas dari SAL, percepatan penyerapan anggaran negara menjadi faktor kritikal yang perlu diutamakan untuk menjaga daya dorong perekonomian hingga akhir tahun.Dia juga menilai program Paket Ekonomi 2025 yang baru diumumkan pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto bakal menjadi stimulus tambahan bagi perekonomian."Iya program lanjutan itu adalah salah satu upaya, saya melihatnya dua poin. Dan juga kemudian by sektor. Jadi mendorong sektor-sektor yang memang lagi lesu untuk terus bertumbuh ya untuk rebound ya. Sementara sektor-sektor yang udah maju itu juga akan semakin tinggi,” ujarnya.Ia mencontohkan sektor transportasi, logistik, informasi dan komunikasi, makanan-minuman, hingga hotel dan restoran yang berpotensi semakin kuat dengan meningkatnya konsumsi. Kebijakan ekspansif juga bakal membantu menopang segmen menengah bawah serta memperkuat daya beli kelas menengah.