Ditawari USD 1 Juta, Eks Ketua PN Jakpus Pernah Ketemu Agusrin di Rumah Ketua MA

Wait 5 sec.

Eks Ketua PN Jakpus Rudi Suparmono di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (19/5/2025). Foto: Fauzan/ANTARA FOTOEks Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rudi Suparmono, mengungkapkan bahwa pernah bertemu dengan seseorang bernama Agusrin Maryono di rumah Ketua Mahkamah Agung (MA).Hal itu disampaikan Rudi saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan suap vonis lepas perkara CPO, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/9).Dalam persidangan itu, Rudi sempat menyatakan bahwa ditawari uang sebesar USD 1 juta oleh Agusrin untuk membantu pengurusan perkara CPO. Hakim ad hoc Tipikor PN Jakpus, Andi Saputra, pun mendalami terkait awal mula perkenalan Rudi dengan Agusrin.Menurut Rudi, pertemuannya dengan Agusrin terjadi saat berlebaran di rumah Ketua MA. Namun, Rudi tak mengungkapkan siapa Ketua MA yang dimaksud."Biar enggak mengira-ngira, tadi itu si Agusrin, Agusrin yang disebut itu Agusrin siapa, ya? Apakah pengacara, pengusaha, atau siapa gitu?" tanya Hakim Andi dalam persidangan."Nama lengkapnya juga saya enggak tahu, Yang Mulia, yang saya kenali beliau ketika bertemu lebaran di rumah Pak Ketua Mahkamah Agung. Itu saja," jawab Rudi."Profile-nya beliau enggak?" tanya Hakim Andi."Enggak, saya minta maaf saya enggak kenali beliau sebagai apa," ucap Rudi.Mantan Ketua PN Jakarta Pusat, Rudi Suparmono (batik biru), dihadirkan menjadi saksi kasus dugaan suap vonis lepas perkara CPO, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/9/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparanHakim Andi kemudian membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Rudi terkait uang yang ditawari oleh Agusrin tersebut."Selanjutnya di BAP disebutkan bahwa, 'saya tidak pernah menerima tawaran dari Agusrin Maryono Najamuddin' meskipun uang tersebut menurut Agusrin siap untuk diambil. Benar ada statement itu?" cecar Hakim Andi."Betul, itu statement beliau," jawab Rudi."Siap untuk diambil dari Agusrin-nya?" tanya Hakim Andi."Dari beliau, iya," timpal Rudi.Sebelumnya, Rudi sempat mengaku ditawari uang sebesar USD 1 juta oleh Agusrin Maryono. Uang itu ditujukan untuk membantu perkara persetujuan ekspor CPO.Rudi menyebut, Agusrin saat itu sempat menemuinya setelah dilantik sebagai Ketua PN Jakarta Pusat pada April 2024. Saat itu, kata Rudi, Agusrin awalnya hanya menyampaikan ucapan selamat atas pelantikannya."Setelah itu beberapa kesempatan kemudian, kedua atau ketiga datang kemudian, beliau menyampaikan ada perkara yang ditangani, CPO," ujar Rudi dalam persidangan."Lebih spesifik perkara apa Pak yang disampaikan Agusrin itu?" tanya jaksa."Enggak langsung fokus ke korporasi atau apa, tapi dia bilang berkaitan dengan CPO," jawab Rudi."Berarti yang dimaksud Agusrin ini adalah perkara CPO korporasi?" tanya jaksa."CPO," timpal Rudi.Jaksa kemudian mencecar Rudi terkait permintaan yang disampaikan oleh Agusrin. Menurut Rudi, saat itu Agusrin hanya menyampaikan permohonan bantuan dalam perkara CPO tersebut.Jaksa juga mendalami ihwal pertemuan berikutnya antara Rudi dan Agusrin. Pertemuan itu terjadi sekitar satu minggu setelah penyampaian permohonan bantuan perkara CPO tersebut."Kemudian saya kaitkan dengan satu minggu kemudian, Agusrin ini datang kembali menemui Saudara. Pada saat itu, dia spesifik apa, tadi kan di awal dia mohon dibantu untuk perkara migor. Lebih spesifik lagi setelah satu minggu penyampaian Agusrin?" tanya jaksa."Dia menawarkan sesuatu kepada saya," ungkap Rudi."Bisa dijelaskan?" tanya jaksa."Saat itu beliau menawarkan ke saya uang 1 juta dolar [USD]," ucap Rudi."Apa permintaannya, Pak?" cecar jaksa."Bantuan tadi," timpal Rudi.Dakwaan Suap Vonis Lepas CPODalam kasusnya, tiga orang hakim yang menjatuhkan vonis lepas dalam perkara persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) didakwa menerima suap dan gratifikasi.Ketiga hakim tersebut yakni Djuyamto, Agam Syarief, dan Ali Muhtarom. Mereka didakwa menerima suap secara bersama-sama dengan eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, dan mantan Panitera Muda PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan.Kelimanya didakwa menerima total uang suap sebesar Rp 40 miliar dalam menjatuhkan vonis lepas perkara persetujuan ekspor CPO tersebut.Dalam dakwaannya, jaksa menyebut uang diduga suap tersebut diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M. Syafe'i selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.Uang suap senilai Rp 40 miliar itu kemudian dibagi-bagi oleh Arif, Wahyu, dan tiga orang hakim yang mengadili perkara persetujuan ekspor CPO tersebut.Rinciannya, yakni Arif didakwa menerima bagian suap sebesar Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima sekitar Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima bagian Rp 9,5 miliar, serta Agam Syarief dan Ali Muhtarom masing-masing mendapatkan bagian uang suap senilai Rp 6,2 miliar.Untuk Arif, ia didakwa dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.Sementara itu, Wahyu didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.Kemudian, Djuyamto, Agam, dan Ali didakwa melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.