Gema literasi untuk mencerdaskan anak bangsa semakin digaungkan. Tak hanya di tingkat sekolah, bahkan pemerintah daerah di beberapa provinsi mulai melirik model perpustakaan ala negara maju.Ilustrasi pembatasan jam buka perpustakaan, design with canva.comWajar saja nyontek ke luar, saya pribadi selalu ngiler begitu melihat model perpustakaan sejumlah universitas di Eropa melalui reels IG saya. Suasana yang cozy, tatanan buku yang rapi, fasilitas yang mumpuni, dan jam buka yang memang menyesuaikan kebutuhan mahasiswa.Oh jika kita bicara kebutuhan masyarakat umum masih akan sedikit berbeda lagi. Umumnya para pekerja hanya akan dapat libur di Hari Sabtu dan Minggu. Masalahnya, perpustakaan mana yang buka di hari Minggu?Pentingnya Sarana Literasi Yang MemadaiGema literasi semakin digaungkan, melalui berbagai media online maupun offline. Tujuannya jelas, untuk menumbuhkan budaya membaca, menulis, dan berpikir kritis di kalangan pelajar maupun masyarakat. Karena realita saat ini masyarakat kita sangat mengkhawatirkan, masih sangat kurang teredukasi. Hal inilah yang nyatanya membuat pola pikir atau mindset masyarakat sangat dangkal terhadap berbagai hal. Dan pada akhirnya berujung mudah terprovokasi, mudah berpikir singkat dan mudah mengambil jalan instan yang melanggar hukum. Entah itu hukum adat, hukum nasional maupun hukum agama sekalipun.Namun ketika bicara pentingnya literasi, kita akan mengingat bahwa tidak semua level masyarakat mampu menjangkau sarana literasi yang memadai. Maka seharusnya pemerintah hadir lebih baik lagi untuk menyediakan wadahnya.Sarana dan prasarana yang mampu menarik minat masyarakat untuk datang dan berkunjung di kesempatan pertama, kemudian menumbuhkan budaya senang nongkrong di perpustakaan. Mulai membunuh kebosanan dengan mencari bacaan.Bukankah ini adalah cikal bakal menumbuhkan budaya baca yang paling simple? Dan ini sangat rasional jika melihat saat ini banyak sekali cafe dengan buku-buku gratis yang dijadikan coworking space. Dan faktanya selalu ramai di kunjungi!Saya adalah termasuk salah satu orang yang paling suka ke tempat-tempat yang menawarkan cafe dalam bentuk coworking space. Ada internet kencang gratis, ada buku yang dijadikan bahan bacaan, ada ilmu baru yang siap diserap dengan ruangan yang nyaman.Ah, bagaimana jika konsep ini kemudian dibawa ke dalam perpustakaan milik pemerintah? Tentu saja kopi dan cemilannya diskip. Yang di adopsi adalah tata ruang/dekorasi interiornyaa dan fasilitasnya.Jangan Jadi Program Sosialisasi Minim AksiSebenarnya di beberapa daerah atau kota besar, model perpustakaan yang cozy ini sudah ada. Di Jakarta misalnya, yang saat ini punya perpustakaan terkemuka di Asia Tenggara. Ada juga sejumlah perpustakaan lainnya yang tak kalah nyamannya dari sisi dekorasi dan fasilitas.Atau sejumlah universitas besar yang juga berlomba-lomba untuk terus mengupgrade fasilitas perpustakaannya. Bahkan ada yang jam bukanya sampai jam 10 malam. Contohnya Perpustakaan Universitas Brawijaya dan UGM.Tentu saja jam buka di sejumlah universitas ini disesuaikan dengan jam belajar para mahasiswa, artinya mereka bisa mengerjakan tugas dan mencari referensi serta belajar di luar jam kuliah. Bahkan bagi sebagian besar yang suka ketenangan, perpustakaan adalah ruangannya.Tapi bagaimana dengan masyarakat umum, atau pelajar misalnya? Yang notabene hingga saat ini model perpustakaan yang disediakan pemerintah masih belum juga terbarukan? Artinya mengikuti perkembangan zaman yang katanya estetika atau cozy atau bahkan instagramable. Belum lagi dengan jam buka yang masih mengikuti jam kantor. Rata-rata jam bukanya adalah sebagai berikut :Senin-Kamis, jam 08.00 sampai 16.00Jumat, jam 08.00 sampai 13.00Sabtu, jam 08.00 sampai jam 12Minggu, tutup. Kadang tanggal merah juga tutup.Mari kita pikir dengan logika. Bagi anak-anak pelajar senin-sabtu mereka sekolah. Bagi pekerja kantoran juga sama. Bagi ibu rumah tangga yang ingin mengajak balitanya atau anak-anaknya ke perpustakaan juga hampir sulit datang pagi hari.Padahal jika dipikir-pikir seandainya saja jam bukanya justru lebih lama di waktu weekend, rasanya saya bisa membayangkan bagaimana banyak yang punya kesempatan berkunjung sambil menikmati weekend yang produktif.Membangun budaya membaca dan mencintai literasi memang bukan hal mudah, harus ditumbuhkan sejak dini. Namun jika model perpustakaan di Indonesia masih begini, maka sepertinya masih sulit bahkan jauh dari harapan.Sosialisasi yang digaungkan setiap tahunnya seakan mentok di tempat yang sama karena kurangnya aksi pemerintah. Iya, aksi untuk mengikuti perkembangan zaman sehingga mampu merengkuh para pelajar dan masyarakat untuk mau datang ke perpustakaan.Padahal realitanya, masyarakat tak pernah keberatan untuk bayar makanan di kafe sambil baca buku. Atau hanya untuk minum kopi sambil belajar atau bekerja dengan buku-buku referensi. Mereka bahkan bisa duduk sambil mengerjakan tugas hingga berjam-jam lamanya.Saya sendiri sangat berharap di daerah saya, ke depannya akan ada perpustakaan seperti di Jakarta. Yang jam bukanya bisa sampai malam, agar saya bisa membiasakan anak saya lari ke tempat tenang bernama perpustakaan.Agar mereka mencintai buku, mencintai menulis, paham pentingnya literasi bagi pola pikir dalam mengambil keputusan. Atau mengalihkan mereka dari berbagai sisi negatif dalam pergaulan.Jadi bisakah jam buka perpustakaan kita tidak mengikuti jam kerja kantoran??