Kepala IAEA Rafael Grossi (kiri) saat menandatangani kesepakatan melanjutkan kerja sama dengan Menlu Iran Abbas Araghchi. (Sumber: IRNA)JAKARTA - Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan, perjanjian baru dengan badan nuklir PBB, yang dimediasi oleh Mesir, memenuhi semua tuntutan Teheran, menjawab kekhawatiran keamanan negara yang sah, mengakui hak nuklirnya, dan sesuai dengan undang-undang yang disahkan oleh Parlemen Iran.Berbicara kepada wartawan setelah pertemuannya di Kairo, Menlu Araghchi mengatakan negosiasi dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mengenai kerangka kerja sama baru telah berlangsung dengan otorisasi dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran (SNSC), mencapai tahap yang membutuhkan pembicaraan tingkat tinggi untuk menyelesaikan naskahnya.Ia menjelaskan, baik keputusan untuk memasuki perundingan maupun ketentuan yang diperlukan untuk melindungi posisi Iran telah ditinjau dan disetujui oleh SNSC.Menurutnya, fitur terpenting dari dokumen final ini adalah pengakuan terhadap realitas baru, yang menegaskan kerja sama antara Iran dan IAEA tidak akan lagi berjalan dengan cara lama.Sebaliknya, katanya, perjanjian tersebut secara eksplisit mengakui kekhawatiran keamanan Iran yang sah dan mewajibkannya untuk ditangani.Menlu Araghchi mencatat, kesepakatan tersebut juga menjunjung tinggi undang-undang yang disahkan oleh Parlemen Iran, yang menetapkan semua kerja sama harus dilakukan dengan persetujuan SNSC.Perjanjian tersebut, tambahnya, secara resmi mengakui jalur hukum tersebut sebagai kerangka kerja untuk koordinasi Iran dengan IAEA.Fasilitas nuklir Iran di Natanz. (Wikimedia Commons/Hamed Saber)"Kerangka kerja baru ini sepenuhnya sejalan dengan undang-undang parlemen, mempertimbangkan kekhawatiran keamanan Iran, mengakui hak-hak Iran, dan mendefinisikan bentuk kerja sama baru dengan Badan tersebut," jelas Menlu Araghchi, melansir Tasnim 10 September."Semua ini adalah tuntutan kami, dan semuanya tercantum dalam perjanjian ini," tambahnya.Ia juga menjelaskan, berdasarkan kesepakatan tersebut para inspektur IAEA tidak akan menerima akses di luar pengaturan yang sedang berlangsung di PLTN Bushehr, di mana akses telah diberikan untuk tujuan penggantian bahan bakar berdasarkan keputusan SNSC sebelumnya."Perjanjian ini sendiri tidak menciptakan akses baru," tegasnya, seraya menambahkan akses di masa mendatang akan bergantung pada negosiasi baru berdasarkan laporan Iran yang akan datang.Menlu Araghchi menggarisbawahi, kelanjutan perjanjian ini bergantung pada tidak adanya tindakan permusuhan terhadap Iran, termasuk upaya untuk menghidupkan kembali resolusi Dewan Keamanan PBB di bawah apa yang disebut mekanisme snapback Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) atau Kesepakatan Nuklir 2015.Ia menekankan, kesepakatan yang dicapai dengan partisipasi dan dukungan Mesir kini memiliki bobot dan kredibilitas tambahan.Menlu Araghchi berharap perjanjian ini akan membuka jalan menuju solusi diplomatik, dengan syarat pihak-pihak lain sungguh-sungguh mengupayakan diplomasi dalam praktik, bukan hanya sekadar kata-kata.Diberitakan sebelumnya, Iran dan badan pengawas nuklir PBB mengatakan pada Hari Selasa, mereka telah mencapai kesepakatan untuk melanjutkan inspeksi di lokasi-lokasi, termasuk yang dibom oleh Amerika Serikat dan Israel, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.Kesepakatan yang dicapai antara Kepala Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi dan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dalam sebuah pertemuan di Kairo, Mesir pada prinsipnya akan membuka jalan bagi dimulainya kembali inspeksi secara penuh yang terganggu oleh serangan militer terhadap fasilitas nuklir Iran pada Bulan Juni, dikutip dari Reuters.Kesepakatan ini dicapai di tengah ancaman berkelanjutan dari negara-negara Eropa untuk menerapkan kembali sanksi luas terhadap Iran yang telah dicabut berdasarkan Kesepakatan Nuklir 2015 antara Iran dan negara-negara besar.Negara-negara Eropa tersebut - Prancis, Inggris dan Jerman (E3) - telah memulai apa yang disebut proses "snapback" yang akan berlangsung hingga akhir bulan ini.