Sri Mulyani Tegaskan Krisis Iklim Lebih Berbahaya daripada Pandemi COVID-19 dalam Memori Hari Ini, 14 September 2022

Wait 5 sec.

Sri Mulyani Indrawati yang pernah menjabat Menteri Keuangan RI pada era SBY, Jokowi, dan mengundurkan diri setelah 10 bulan menjabat di masa Prabowo Subianto. (Dok.Kemenkeu)JAKARTA – Memori hari ini, tiga tahun yang lalu, 14 September 2022, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani tegaskan krisis iklim lebih berbahaya dari pandemi COVID-19. Kondisi itu karena dampak perubahan iklim dapat memicu keburukan, dari bencana alam hingga rusaknya ekonomi.Sebelumnya, perubahan iklim tengah mengancam seisi dunia. Naiknya suhu bumi berpotensi mendatangkan segala bencana. Respons Indonesia pun banyak disorot. Presiden Joko Widodo (Jokowi) seraya menganggap perubahan iklim bak masalah biasa.Perubahan iklim jadi isu terkini di seantero dunia. Perubahan suhu dan pola cuaca mulai dianggap sebagai ancaman eksistensi bumi dan seisinya. Petaka perubahan iklim mulai dirasakan. Kemunculan banyak bencana yang diperparah perubahan iklim terjadi di mana-mana.Ambil contoh bencana kekeringan hingga banjir yang lebih sering terjadi. Belum lagi andil perubahan iklim membuat banyak pulau kecil tenggelam. Namun, negara-negara di dunia ogah menyerah. Mereka ingin mengurangi dampak perubahan iklim.Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat berpamitan dengan para pegawai Kementerian Keuangan. (VOI/Aris Nurjani)Upaya adaptasi dan mitigasi bencana digalakkan. Adaptasi sendiri adalah langkah penyusaian diri dengan dampak buruk sebuah bencana. Upaya mitigasi dilakukan untuk mengurangi dampak yang timbul dari bencana. Komitmen itu dituangkan dalam penyelengaraan konferensi tingkat tinggi perubahan iklim tiap tahun.Beda negara lain, beda pula dengan Indonesia. Presiden Jokowi sedari era 2020-an mengungkap Indonesia punya komitmen besar mengurangi dampak perubahan iklim. Namun, realitanya berkata lain. Aksi pembalakan liar masih terjadi.Pembukaan lahan skala besar masih terlihat. Pemerintah belum punya cukup komitmen besar untuk andil dalam agenda penyelamatan lingkungan hidup. Presiden Amerika Serikat, Joe Biden saja sampai meramal Jakarta akan tenggelam 10 tahun ke depan sedari 2021.Ahli lingkungan hidup pun menganggap pernyataan Joe Biden jangan dianggap remeh. Hal itu karena beberapa tahun ke belakang Indonesia telah kehilangan beberapa pulau-pulau kecil. Pemerintah diminta menanggapi perubahan iklim sama daruratnya dengan pandemi COVID-19.Suasana rumah di ujung jalan yang disebut warga sekitar sebagai kediaman Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jalan Mandar, Bintaro, Tangerang Selatan, setelah menjadi sasaran penjarahan massa tak dikenal pada Minggu (31/8/2025) dini hari. (ANTARA/Jafar Sidik)“Karena sekarang situasinya kita (harus) melihat bencana iklim ini situasinya darurat, jadi proses-proses penanganannya pun mesti ada upaya yang juga darurat, yang hampir setara dengan kasus pandemi COVID-19 yang ada sekarang.”“Sehingga pola penanganannya mitigasi dan adaptasi harus juga menjadi prioritas saat ini. Karena itu bagian dari bencana, karena diregulasi-regulasi yang ada sekarang ini," ungkap pengamat lingkungan hidup, Yani Sagaroa sebagaimana dikutip VOI, 2 Agustus 2021.Jokowi boleh tak melihat perubahan iklim sebagai ancaman. Namun, Menkeu, Sri Mulyani justru punya pandangan berbeda. Sri menegaskan bahwa krisis iklim jauh lebih berbahaya dibanding pandemi COVID-19. Ancaman krisis iklim di Indonesia tak main-main besarnya.Sri meramal semua sektor akan terkena dampak krisis iklim. Bahkan, perubahan iklim bisa membuat ekonomi Indonesia jatuh pada level terendah. Sri pun menuntut agar Presiden Jokowi segera ambil sikap untuk menurunkan emisi.Kondisi itu supaya krisis yang mengerikan takkan terjadi di tahun-tahun mendatang. Sri mencoba meyakinkan banyak orang bahwa belakangan bencana seperti banjir dan kekeringan paling sering terjadi. Narasi itu bertanda krisis iklim cepat atau lambat akan datang."Perubahan iklim adalah ancaman global yang sebenarnya yang berpengaruh pada kehidupan sosial, ekonomi dan lebih signifikan mempengaruhi dunia lebih dari pandemi COVID-19. Diperkirakan potensi kerugian ekonomi Indonesia akibat perubahan iklim ini sekitar 0,6-3,45 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2030.”“Jadi dokumen kebijakan kami menyebutkan bahwa kerugian ekonomi akibat krisis iklim ini akan mencapai Rp112,2 triliun atau 0,5 persen dari PDB pada 2023, yaitu tahun depan. Kita semua menyadari perubahan iklim, atau mungkin lebih tepat disebut sebagai krisis iklim ini memberikan ancaman berat bagi umat manusia, ekonomi, sistem keuangan dan cara hidup kita,” ujar Sri Mulyani sebagaimana dikutip laman detik.com, 14 September 2022.