Ilustrasi bendera Palestina. Foto: ShutterstockBeberapa hari lalu para pemimpin dunia berpidato dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa, New York, Amerika Serikat. Para pemimpin dunia menyampaikan pandangannya terhadap dinamika global yang terjadi, salah satunya membahas penyelesaian konflik dan permasalahan pelanggaran HAM di Palestina.Sebelumnya pada 12 September 2025 lalu, Majelis Umum PBB menghasilkan sebuah deklarasi yang bernama New York Declaration yang pada pokoknya sebagai peta jalan dalam upaya merealisasikan kemerdekaan Palestina melalui kebijakan solusi dua negara (two-state solution) dalam waktu 15 bulan. Deklarasi ini didukung oleh 142 negara di mana 10 negara menolak (termasuk Amerika Serikat dan Israel) dan 12 negara memilih abstain.Adapun poin-poin utama dari deklarasi ini adalah pengakhiran perang di Gaza dan keamanan setelahnya untuk Israel dan Palestina. Dalam poin ini, diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan gencatan senjata permanen, pemulangan sandera dari kedua belah pihak, dan penarikan pasukan Israel dari Gaza dan Tepi Barat.Seorang anak mengibarkan bendera Palestina di atas reuntuhan bangunan di kamp pengungsi Bureij, Jalur Gaza tengah, Senin (22/9/2025). Foto: Eyad BABA / AFPSelanjutnya, jaminan keamanan juga diberlakukan dengan pemberdayaan pasukan keamanan Palestina dan penjagaan wilayah perbatasan. Selain itu, dalam deklarasi juga ditekankan untuk dibukanya pengiriman bantuan kemanusiaan dan kewajiban bagi Israel dalam memfasilitasi penyalurannya ke Gaza. Dalam hal ini, rencana rekonstruksi dan pemulihan Gaza dan Tepi Barat akan dilaksanakan oleh otoritas Palestina melalui pendanaan yang bersumber dari Dana Perwalian Multi Donor Dana Palestina untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (PFRD).Kemudian, pemberdayaan negara Palestina—yang berdaulat, bersatu, dan layak secara ekonomi, hidup berdampingan—dalam damai dan aman dengan Israel. Dalam hal ini, tercantum kebijakan yang mendukung pelaksanaan agenda reformasi otoritas Palestina menuju negara Palestina yang layak secara ekonomi. Selain itu, deklarasi membahas komitmen solusi dua negara dari tindakan sepihak yang ilegal dengan menegakkan hukum internasional.Konsep Two-State Solution untuk Perdamaian Abadi Israel-PalestinaKonsep solusi dua negara (two-state solution) sebenarnya bukan merupakan hal yang baru, melainkan sudah sangat sering digaungkan oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Konsep solusi dua negara ini merupakan sebuah win-win solution untuk penyelesaian konflik Israel-Palestina dengan cara mengakui keberadaan negara satu sama lain yaitu dengan mendirikan dua negara untuk dua bangsa: Israel untuk bangsa Yahudi dan Palestina untuk bangsa Palestina.Warga Palestina memeriksa lokasi rumah yang dievakuasi setelah terkena serangan udara Israel di Kota Gaza, 12 September 2025. Foto: REUTERS/Ebrahim HajjajKonsep solusi dua negara ini sangat penting dan merupakan sebuah keharusan karena hanya dengan inilah perdamaian abadi antara Israel dan Palestina dapat tercapai. Namun, konsep solusi dua negara ini masih sering disalahpahami oleh banyak pihak. Masih banyak pihak yang beranggapan bahwasanya Israel merupakan penjajah tanah Palestina dan seharusnya hanya ada negara Palestina saja, tidak ada negara Israel. Begitu pun sebaliknya, masih ada juga pihak yang beranggapan bahwa tidak ada negara Palestina dan hanya ada negara Israel saja.Menghilangkan negara Israel dari peta dunia maupun meniadakan keberadaan Palestina sebagai sebuah negara tentu sangat mustahil dan terkesan idealisme sepihak. Terlebih lagi, saat ini ada 159 negara anggota PBB yang mengakui Israel dan 157 negara anggota PBB yang mengakui Palestina. Menghilangkan atau meniadakan salah satu negara tersebut sama saja dengan melanggengkan konflik yang telah berlangsung beberapa dekade lalu, membiarkan pelanggaran HAM yang terjadi, dan menambah penderitaan rakyat Palestina.Mengakui keberadaan Israel dan Palestina melalui konsep two-state solution bukan berarti membenarkan kekejaman yang dilakukan Israel terhadap Palestina, melainkan sebagai langkah untuk tercapainya perdamaian abadi antara Israel dan Palestina agar tidak ada lagi penindasan, penderitaan, maupun pelanggaran HAM terhadap rakyat Palestina.Sejumlah warga Palestina antre membawa galon saat kelangkaan air di Gaza, Rabu (3/9/2025). Foto: Mahmoud Issa/REUTERSIsrael Harus Bertanggung Jawab atas Pelanggaran HAM di PalestinaKonflik yang terjadi antara Israel dan Palestina, yang telah terjadi beberapa dekade lalu, tentu menimbulkan banyak korban jiwa yang terjadi dari kedua belah pihak. Namun, tindakan keji Israel tersebut tentu tidak dapat dibenarkan.Selama Israel melancarkan serangannya ke wilayah Gaza, sudah banyak korban jiwa dari pihak masyarakat sipil Palestina yang tidak berdosa, baik anak-anak maupun perempuan yang menjadi korban kekejaman militer Israel. Terlebih lagi, Israel banyak menyerang fasilitas-fasilitas non-militer, seperti rumah ibadah, rumah sakit, gedung-gedung sipil, maupun sekolah.Israel berdalih melakukan hal tersebut untuk menumpas kelompok Hamas yang dipandang oleh Israel sebagai kelompok teroris. Namun, dalil tersebut sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang terjadi. Faktanya, Israel melakukan penyerangan secara membabi-buta tanpa perikemanusiaan terhadap rakyat Palestina, bahkan sampai memblokade bantuan dari negara-negara lain untuk masuk ke wilayah Gaza.Warga Palestina berlari menuju paket bantuan yang dijatuhkan dari udara saat tiba di Deir Al-Balah, bagian tengah Jalur Gaza, Selasa (19/8/2025). Foto: Ramadan Abed/REUTERSApa yang dilakukan Israel tersebut sangat tidak berperikemanusiaan dan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berdasarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 (UDHR 1948). Kemudian Mahkamah Pidana Internasional juga telah menyatakan bahwasanya Israel melakukan kejahatan serius berupa tindakan genosida terhadap rakyat Palestina di wilayah Gaza sesuai dengan Pasal 5 Statuta Roma 1998 dan telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu, guna mempertanggungjawabkan perbuatan kejinya tersebut.Meskipun konsep solusi dua negara (two-state solution) belum sepenuhnya diterima oleh negara-negara di dunia, tetapi hanya inilah satu-satunya jalan untuk perdamaian abadi Israel dan Palestina. Konsep two-state solution ini bukan semata untuk mengakui keberadaan masing-masing negara, tetapi juga mengakui dan menghormati hak asasi manusia warga Israel dan Palestina. Hanya dengan konsep two-state solution inilah konflik yang telah berlangsung selama berdekade lalu dapat terselesaikan, sehingga tidak ada lagi pertumpahan darah di antara kedua belah pihak.Indonesia—sebagai negara yang sangat gigih memperjuangkan kemerdekaan Palestina dan sangat mendukung konsep two-state solution—diharapkan mampu berdiplomasi dengan negara-negara lain guna tercapainya perdamaian abadi antara Israel dan Palestina, mengingat Indonesia juga memiliki tujuan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yaitu “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.