Wagub Krisantus Tekankan Pentingnya Literasi Digital dan Pelestarian Adat Budaya

Wait 5 sec.

Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Krisantus Kurniawan, mengikuti pelaksanaan ritual sakral Naik Jurongk Tinggi di Kabupaten Ketapang, Kalbar. Foto: Dok. Adpim Pemprov KalbarHi!Pontianak - Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Krisantus Kurniawan, menekankan pentingnya literasi digital serta pelestarian adat dan budaya. Hal ini disampaikannya saat menghadiri pelaksanaan ritual sakral Naik Jurongk Tinggi yang digelar oleh masyarakat adat Dayak di Kepatihan Jaga Pati Laman Sembilan Domong Sepuluh, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat pada Rabu, 8 Oktober 2025. Dalam kesempatan tersebut, Krisantus menyampaikan apresiasi atas konsistensi masyarakat dalam melestarikan budaya. Ia menekankan bahwa pelestarian budaya tidak boleh hanya menjadi seremoni semata, tetapi harus dijalankan secara berkelanjutan, terutama di tengah tantangan modernisasi dan arus informasi yang kian deras.“Saya berharap pelaksanaan Naik Jurongk Tinggi menjadi bentuk nyata dari pelestarian budaya. Ini harus terus dijaga dan diwariskan lintas generasi,” kata Krisantus.Wagub Krisantus saat memberikan sambutan dalam ritual sakral Naik Jurongk Tinggi. Foto: Dok. Adpim Pemprov KalbarLebih lanjut, ia mengingatkan pentingnya literasi digital bagi generasi muda Dayak. Menurutnya, teknologi ibarat pedang bermata dua yang bisa membawa manfaat besar jika digunakan dengan bijak, tetapi juga bisa menyesatkan jika tidak disertai pemahaman yang benar.“Di tangan kita masing-masing, di handphone kita, ada 50 persen surga, 50 persen neraka. Semua tergantung bagaimana kita menggunakannya. Jika digunakan secara produktif dan bijak, teknologi akan bermanfaat. Namun, tanpa pemahaman literasi digital, teknologi justru dapat menjerumuskan pada tindakan yang melanggar hukum dan nila nilai luhur. Maka, penting untuk memahami dan menguasai literasi digital agar teknologi bisa menjadi alat kemajuan, bukan sebaliknya,” tuturnya.Naik Jurongk Tinggi bukan sekadar seremoni turun-temurun, tetapi merupakan warisan leluhur yang mencerminkan kearifan lokal, semangat gotong royong, serta hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Tradisi yang sarat makna ini menjadi bentuk rasa syukur yang mendalam atas hasil panen melimpah yang diterima masyarakat adat Dayak.Jurongk merupakan lumbung padi tradisional yang mampu bertahan hingga ratusan tahun, dibangun dari kayu belian (ulin) dan bahan alami lainnya–tidak hanya menjadi tempat menyimpan hasil panen, tetapi juga simbol identitas, kedaulatan pangan, dan keberlanjutan hidup masyarakat adat Dayak. Di balik kesederhanaannya, jurongk menyimpan kearifan lokal yang luar biasa dalam menjaga hasil bumi agar tetap aman dari hama dan pengaruh cuaca, sekaligus menjadi bukti nyata bagaimana leluhur Dayak hidup selaras dengan alam.Sesi foto bersama. Foto: Dok. Adpim Pemprov Kalbar“Ritual ini adalah bentuk rasa syukur kepada Duata (Tuhan) atas berkah hasil bumi dan sekaligus penegasan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat,” ujar Bupati Ketapang, Alexander Wilyo, yang juga dikenal sebagai Patih Jaga Pati Laman Sembilan Domong Sepuluh.Alexander menjelaskan, kehadirannya dalam ritual ini merupakan komitmen penuh untuk menjaga dan menegakkan adat, budaya, serta tradisi leluhur yang menjadi pondasi kehidupan masyarakat adat di wilayahnya. Ia menekankan bahwa wilayah adat Laman Sembilan dan Domong Sepuluh bukanlah entitas politik, melainkan bagian dari kerajaan adat yang hidup dan terus diwariskan, mencakup berbagai desa hingga wilayah perbatasan Kalimantan Tengah.“Tugas saya yang mewarisi tanggung jawab para leluhur adalah menjaga adat dan tradisi, serta menegakkannya dalam kehidupan masyarakat,” tegasnya.Ritual Naik Jurongk Tinggi menjadi pengingat bahwa kemajuan tidak selalu berarti meninggalkan tradisi. Justru dalam pelestarian adat dan budaya, tersimpan jati diri dan ketahanan bangsa. Masyarakat Dayak Ketapang membuktikan bahwa akar budaya yang kuat adalah pondasi bagi pembangunan yang berkelanjutan dan beradab.Turut hadir pula dalam acara tersebut, Gubernur Kalbar periode 2008-2013, Dr.(H.C) Drs. Cornelis, M.H., beserta istri, Ketua DAD Prov. Kalbar, Forkopimda kabupaten Ketapang, tokoh adat dan tokoh masyarakat, serta masyarakat Ketapang yang tumpah ruah ingin menyaksikan ritual sarat makna tersebut.