Ilustrasi: Foto: Dok. ANTARABOGOR - Kementerian Keuangan mulai mengambil langkah strategis untuk mengurangi jumlah dana menganggur atau Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang selama ini parkir di Bank Indonesia (BI). Dana tersebut diproyeksikan sempat menyentuh angka lebih dari Rp400 triliun pada pertengahan 2025. Namun, pemerintah menargetkan akan memangkasnya demi mendukung aktivitas ekonomi nasional secara lebih aktif. Salah satu langkah nyata yang dilakukan adalah dengan mengalihkan sebagian dana Pemerintah dari BI ke ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) sebesar Rp200 triliun pada 12 September 2025. Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menyampaikan, kondisi pasar surat utang kini mulai lebih likuid dan memberikan ruang bagi pemerintah untuk tidak lagi menahan terlalu banyak kas di BI. "Kita punya pasar SBN dan SPN yang sudah hidup. Jadi kalau kita tahu ini sudah hidup artinya liquid dan kompetitif, bunganya terus turun. Ini kan cukup menarik bagi pemerintah untuk tidak memegang cash terlalu banyak," tuturnya dalam acara Kupas Tuntas APBN 2026, Kamis, 9 Oktober. Meski demikian, Febrio menekankan, sebelum pengurangan dana dilakukan, Kementerian Keuangan akan memastikan kebutuhan kas bulanan dipetakan secara akurat. Tujuannya agar dana yang tersedia cukup untuk membiayai belanja rutin setiap bulan tanpa mengganggu stabilitas keuangan negara. "Ini yang sedang kita siapkan, kalau memang kita nanti assess, oh ternyata kebutuhan sebulan sekian ratus triliun minimal itu, maka kita akan tetap bisa akses pasar kapanpun," ucapnya "Sehingga ini nanti akan kita evaluasi nanti dengan arahan Pak Menteri (Purbaya Yudhi Sadewa), kira-kira levelnya akan menuju ke berapa," tegasnya. Dia menambahkan, dana yang telah dialihkan ke bank tidak akan sembarangan ditarik kembali meski dalam situasi darurat dan kebutuhan anggaran akan dipenuhi melalui penerbitan surat utang apabila penerimaan negara tidak mencukupi. "Jadi yang Rp200 triliun, yang di bank, itu memang maksudnya kita untuk digunakan. Jadi walaupun kan kemarin ada yang nanya, ini kan on call, ya on call gara-gara itu namanya cash, menurut peraturan perundangan-perundangan itu namanya cash harus sifatnya on call," tegas Febrio.Sebagai informasi tambahan, pemerintah telah menetapkan rencana penerbitan surat berharga negara (SBN) senilai Rp749,2 triliun pada tahun 2026."Targetnya adalah Rp749 trilin, bisa jadi lebih tinggi, bisa jadi lebih rendah. Yang jelas, kita masih kelola minggu demi minggu. Dan ada oversubscribe, itu modal yang kita selalu gunakan. Lalu kalau kita perlu cash, kita siapkan cash-nya berapa, issuance-nya berapa," ucapnya.