Bermimpi Piala Dunia, Dasar Sepak Bola Indonesia Justru Mandek

Wait 5 sec.

Pemain Timnas Indonesia Kevin Diks dan Ragnar Oratmangoen berselebrasi usai mencetak gol penalti ke gawang Arab Saudi di Stadion King Abdullah Sport City, Jeddah, Arab Saudi, Rabu (8/10/2025). (ANTARA/HO-PSSI/YU)JAKARTA – Kemajuan Tim Nasional Indonesia di putaran Piala Dunia 2026 tidak dibarengi dengan perkembangan sepak bola dalam negeri, menurut pengamat.Kans Timnas Indonesia melaju ke putaran final tipis menyusul kekalahan 2-3 dari Arab Saudi pada laga Grup B putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 di Stadion King Abdullah Sports City, Jeddah, Arab Saudi, Kamis (8/10/2025) dini hari WIB.Indonesia hanya mampu mencetak gol lewat penalti yang dieksekusi bek tengah Kevin Diks di menit ke-11 dan ke-88. Sementara Arab Saudi melesakkan tiga gol berkat sepakan Saleh Aboulshamat pada menit ke-17, dan brace Feras al-Buraikan (62’ dan 36’).Hasil ini membuat Indonesia menempati juru kunci di klasemen B. Jay Idzes dan kawan-kawan masih menyisakan satu laga penting lagi, kontra Irak pada Sabtu (11/10).Gelombang Naturalisasi Pemain Era STYMelenggang ke putaran final Piala Dunia masih menjadi mimpi besar Indonesia. Maklum, negara berpenduduk 270 juta jiwa ini belum pernah tampil di pentas sepak bola terbesar di dunia.Para pemain di negeri ini memang pernah tampil di putaran final Piala Dunia 1938, tapi waktu itu masih bernama Hindia Belanda, bukan Indonesia yang baru merdeka pada 17 Agustus 1945.Makanya, demi mewujudkan mimpi besar itu, gelombang naturalisasi pemain tak terelakkan. Di era Shin Tae-yong, yang melatih Timnas sejak Desember 2019 hingga Januari 2025, tercatat ada 16 pemain disumpah menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Beberapa di antaranya adalah Marc Klok, Jordi Amat, Rafael Struick, Nathan Tjoe-A-On, Calvin Verdonk, dan Maarten Paes.Namun keberadaan pemain diaspora di timnas memicu pro kontra. Bagi mereka yang mendukung, kebijakan ini diyakini bisa meningkatkan kualitas permainan timnas, sekaligus memperbesar asa mentas di Piala Dunia. Tapi buat yang kontra, pemain diaspora disebut bukan jawaban atas permasalahan sepak bola Tanah Air.Pengamat sepak bola Tommy Welly kerap mengutarakan kegelisahannya terkait masifnya program naturalisasi pemain keturunan. Menurutnya, PSSI terlalu fokus pada prestasi Timnas Indonesia, padahal federasi itu bertanggung jawab kepada sepak bola secara keseluruhan, termasuk mengembangkan potensi kompetisi dalam negeri.Mantan pelatih timnas Indonesia asal Korea Selatan, Shin Tae-yong. (ANTARA/Hafidz Mubarak A/app/am)"Kalau PSSI yang sekarang memutuskan semua naturalisasi bisa saja. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah di mana positioning kompetisi kita," kata sosok yang akrab disapa Bung Towel itu pada acara Diskusi Turun Minum bertema 'Naturalisasi Pemain, Mereduksi atau Memotivasi' di Kantor Kemenpora RI pada 2023.Shin Tae-yong pun disebut sebagai sosok yang ngebet dengan program naturalisasi pemain. Makanya, ketika selama kurang lebih lima tahun pria asal Korea Selatan itu tak memenangkan trofi mayor bersama Timnas Indonesia, publik mulai gerah.Puncaknya saat Timnas kalah dua kali beruntun, melawan China dan Jepang di putaran ketiga. Hasil tersebut menjadi topik panas, hingga memunculkan dua kubu, yaitu pendukung Shin Tae-yong dan kelompok yang menginginkannya didepak.Kemenangan 2-0 atas Arab Saudi berkat gol yang diborong Marcelino Ferdinan tak mampu meredakan pro kontra STY. Hingga akhirnya dia pun dipecat dan PSSI menunjuk Patrick Kluivert sebagai penerusnya.Pembinaan Pemain MandekNamun keberadaan Kluivert dan 16 pemain naturalisasi dari 23 pemain di daftar susunan pemain, tak serta merta membuat Indonesia unjuk gigi di lapangan. Terkini, menyerah 2-3 dari Arab Saudi, sekaligus menjadi bukti bahwa Skuad Garuda masih harus berjuang keras untuk lolos ke Piala Dunia untuk pertama kalinya.Pengamat sepak bola Anton Sanjoyo melihat langkah Indonesia yang menembus putaran keempat Piala Dunia 2025 adalah sebuah kemajuan selama mengikuti ajang ini. Menurutnya, pencapaian ini satu langkah lebih baik dibandingkan kiprah Timnas Indonesia yang juga nyaris ke Piala Dunia 1986.Saat itu, Indonesia tinggal melakoni empat laga untuk lolos ke Meksiko, yaitu memenangi laga kandang-tandang melawan Korea Selatan dan Jepang."Jadi kalau dibilang putaran keempat lebih maju saya setuju, meskipun sistem kualifikasinya berbeda," pria yang akrab disapa Bung Joy ini.Meski begitu, kemajuan Timnas Indonesia di putaran Piala Dunia 2026 tidak dibarengi dengan perkembangan sepak bola dalam negerti, seperti pembinaan generasi muda dan perbaikan kualitas kompetisi liga domestik.Sejumlah pengunjung mengikuti nonton bareng siaran langsung pertandingan sepak bola antara Timnas Indonesia melawan Arab Saudi pada putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia di salah satu warung kopi di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (9/10/2025). (ANTARA/Rivan Awal Lingga/foc/aa)"Bayangkan dari 28 pemain Timnas yang dipanggil, 90 persen adalah diaspora. Apa kita sebagai bangsa tidak malu?” ucapnya.Dia menegaskan bukan legalitas pemain diaspora yang menjadi persoalan, melainkan terkait permbinaan."Jadi secara putaran Piala Dunia, tim sekarang ada kemajuan dari 1986. Tapi dasar sepak bola Indonesia enggak beranjak, di situ-situ saja,” tutur Joy."Bahkan di level klub, klub Indonesia di tier-2 Liga Champions Asia, bukan di level elit, dan pembinaan generasi muda juga lemah. Ini sudah terjadi puluhan tahun,” kata ia menambahkan.