Bank Indonesia & perluasan mandat. (Poto: Aini Rahmadini, under the Unsplash License)Upaya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperluas mandat Bank Indonesia (BI) agar tidak hanya menjaga stabilitas moneter, tetapi juga turut mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, merupakan langkah berani yang layak diapresiasi. Di tengah ketidakpastian global dan tantangan struktural ekonomi nasional, kebijakan moneter yang lebih berpihak pada kesejahteraan rakyat menjadi kebutuhan mendesak.Saat ini, mandat bank sentral mencakup menjaga kestabilan nilai tukar rupiah dan mengendalikan inflasi “dalam kerangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang disahkan pada tahun 2023. Revisi atas Undang-Undang P2SK yang sedang dibahas di DPR menambahkan satu paragraf dalam Pasal 7 yang menyatakan bahwa BI harus “menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi riil dan penciptaan lapangan kerja.” Langkah ini menjadi sinyal penting bahwa arah kebijakan ekonomi Indonesia akan lebih inklusif dan menyentuh kepentingan masyarakat luas, bukan semata kepentingan pasar finansial. DPR RI bahas revisi Undang-Undang P2SK yang memperluas mandat BI.(Sumber: Dino Januarsa, under the Unsplash License)Dalam artikel The Jakarta Post, Selasa, 7 Oktober 2025, berjudul Expanded mandate may leave BI with ‘conflicting targets’ yang ditulis oleh Deni Ghifari, disebutkan bahwa sejumlah analis mengingatkan adanya potensi “target yang bertentangan” antara menjaga inflasi dan menciptakan lapangan kerja. Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menyatakan bahwa kebijakan moneter longgar untuk mendorong penyerapan tenaga kerja bisa memperlambat respons BI dalam menekan inflasi, yang pada akhirnya “dapat mengikis kredibilitas dan memaksa pengetatan yang lebih tajam di kemudian hari.”Pandangan ini penting dicermati, namun bukan berarti mandat ganda tidak dapat berjalan harmonis. Pengalaman negara-negara maju menunjukkan bahwa keseimbangan antara stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi riil bisa dicapai melalui tata kelola yang baik dan koordinasi kebijakan yang solid. Amerika Serikat, misalnya, melalui Federal Reserve, telah lama menerapkan mandat ganda — menjaga stabilitas harga sekaligus mencapai lapangan kerja maksimal — dan tetap berhasil mempertahankan kredibilitasnya sebagai bank sentral independen.Teori Dual Mandate yang diterapkan oleh The Fed membuktikan bahwa kestabilan harga dan kesempatan kerja bukanlah dua tujuan yang saling meniadakan, melainkan saling memperkuat. Ketika lapangan kerja tumbuh, daya beli meningkat, dan konsumsi masyarakat stabil, tekanan terhadap inflasi justru dapat lebih terkendali dalam jangka panjang. Prinsip ini dapat menjadi rujukan bagi BI untuk menyesuaikan kebijakannya agar lebih relevan dengan konteks ekonomi nasional yang menuntut keseimbangan antara pertumbuhan dan stabilitas.Dari sisi teori ekonomi, pendekatan ini sejalan dengan gagasan Keynesian economics yang menekankan pentingnya peran aktif negara dan otoritas moneter dalam menjaga keseimbangan ekonomi makro. John Maynard Keynes berpendapat bahwa pada saat ekonomi melambat, kebijakan ekspansif—baik fiskal maupun moneter—perlu dilakukan untuk menggerakkan sektor riil dan mencegah pengangguran. Dalam konteks Indonesia, yang masih menghadapi tantangan ketimpangan dan pengangguran struktural, mandat ganda BI justru dapat menjadi alat efektif untuk mengintervensi ekonomi secara lebih progresif.Selain itu, perlu dipahami bahwa indikator keberhasilan ekonomi modern tidak lagi sebatas tingkat inflasi dan nilai tukar. Kualitas hidup, daya beli, dan kesempatan kerja layak menjadi ukuran baru kesejahteraan masyarakat. Dengan mandat yang diperluas, BI dapat lebih berperan aktif dalam mendukung sektor riil, terutama UMKM dan industri padat karya, yang merupakan tulang punggung ekonomi nasional.Tentu, keberhasilan implementasi mandat ganda ini bergantung pada koordinasi lintas lembaga. BI, Kementerian Keuangan, dan Bappenas harus bergerak dalam satu kerangka kebijakan ekonomi yang terintegrasi. Tanpa sinergi tersebut, potensi tumpang tindih atau kebijakan yang saling meniadakan bisa saja terjadi. Namun jika koordinasi terbangun kuat, Indonesia justru berpeluang memperkuat stabilitas dan mempercepat pertumbuhan secara bersamaan.Dalam konteks global, banyak ekonom mendukung ide bahwa stabilitas moneter tidak akan berarti tanpa keadilan ekonomi. Paul Krugman, peraih Nobel Ekonomi, menegaskan bahwa “inflasi yang rendah bukan kemenangan bila dicapai dengan mengorbankan lapangan kerja dan kesejahteraan rakyat.” Pandangan ini memperkuat argumen bahwa kebijakan moneter seharusnya berpihak pada keseimbangan sosial-ekonomi, bukan hanya pada angka statistik.Mandat ganda juga dapat memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia menghadapi gejolak eksternal. Di tengah ancaman perlambatan ekonomi global dan volatilitas harga komoditas, kebijakan moneter yang berpihak pada pertumbuhan domestik akan meningkatkan kepercayaan investor dan memperkuat daya tahan sektor riil. Ini juga dapat memperluas basis ekonomi hingga ke luar Jawa, mempercepat pemerataan pembangunan, dan mengurangi kesenjangan antarwilayah.Pada akhirnya, memperluas mandat BI bukanlah upaya mengubah fungsi dasarnya sebagai penjaga stabilitas moneter, melainkan memperkaya misinya agar lebih selaras dengan amanat konstitusi: sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tentu saja, DPR perlu memastikan adanya mekanisme akuntabilitas dan pengawasan publik yang kuat agar mandat baru ini tidak disalahgunakan secara politis.Jika dijalankan dengan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan koordinasi lintas lembaga, mandat ganda BI bisa menjadi tonggak baru dalam sejarah ekonomi nasional. Inilah momentum untuk menjadikan BI bukan hanya benteng stabilitas, tetapi juga motor kemajuan yang memastikan pertumbuhan ekonomi berjalan seiring dengan kesejahteraan rakyat Indonesia.