Pemprov Jakarta Pastikan Tarif MRT dan LRT Tak Naik di Tengah Efisiensi Subsidi

Wait 5 sec.

Ilustrasi MRT Jakarta (ANTARA)JAKARTA - Pemerintah Provinsi Jakarta memastikan tarif MRT dan LRT Jakarta tidak akan naik di tengah wacana efisiensi subsidi transportasi, menyusul pemangkasan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah (TKD).“Saya pastikan tarif MRT dan LRT tidak naik. Kajian terhadap willingness to pay (kesediaan membayar) dan ability to pay (kemampuan membayar) menunjukkan tarif yang berlaku masih dalam batas tarif yang berlaku saat ini,” ujar Kepala Dinas Perhubungan Jakarta Syafrin Liputo, Kamis 9 Oktober.Menurut Syafrin, berdasarkan perhitungan terkait keekonomian tahun lalu tarif MRT sebesar Rp 13.000. Namun, tarif yang diberlakukan Rp 7.000. Artinya jumlah subsidi pada 2024 rata-rata per pelanggan itu sekitar Rp 6.000. Angka ini dinilai masih masuk dalam skema subsidi transportasi yang telah dirancang.Berbeda dengan MRT dan LRT, Syafrin mengungkapkan tarif Transjakarta terakhir kali ditetapkan pada 2005, yakni Rp 3.500. Dalam 2 dekade terakhir, upah minimum provinsi (UMP) telah meningkat enam kali lipat dan inflasi kumulatif mencapai 186,7%.Berdasarkan analisis tersebut, penyesuaian tarif Transjakarta dinilai sudah seharusnya dilakukan untuk menjaga keberlanjutan layanan.“Cost recovery Transjakarta turun dari 34% pada 2015 menjadi 14% saat ini. Artinya biaya yang dibutuhkan untuk menutup itu semakin tinggi, tetapi belum ada angka (penyesuaiannya), masih terus didetailkan," katanya dikutip dari ANTARA.Cost recovery menunjukkan seberapa besar biaya operasional yang bisa ditutup dari tarif yang dibayarkan oleh penumpang. Sisanya biasanya ditanggung oleh pemerintah melalui subsidi.Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT MRT Jakarta Tuhiyat mengatakan untuk rute seperti Bundaran HI-Lebak Bulus nilai keekonomian sebenarnya mencapai Rp 32.000, sedangkan tarif yang dibayar penumpang hanya Rp 14.000. Selisih sebesar Rp 18.000 ditanggung pemerintah melalui skema public service obligation (PSO) atau subsidi layanan publik.“Agar perusahaan tetap berkelanjutan, kami mengembangkan pendapatan dari non-farebox,” ucap Tuhiyat.Untuk menjaga keberlanjutan operasional, MRT Jakarta mengandalkan berbagai sumber pendapatan di luar tarif penumpang, seperti penamaan (naming rights), penyewaan ruang ritel dan komersial, serta aktivitas digital dan media.Sebelumnya, Gubernur Jakarta Pramono Anung menyatakan pemerintah provinsi akan mengkaji ulang skema subsidi transportasi umum sebagai bagian dari langkah efisiensi anggaran, menyusul pemangkasan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah.Meski demikian, Pramono menegaskan kajian tersebut tidak serta-merta akan berujung pada kenaikan tarif transportasi umum di Jakarta.“Subsidi transportasi kita besar sekali, tetapi bukan berarti tarif akan langsung dinaikkan. Ini hanya contoh,” ujar Pramono, Senin kemarin.Ia mengungkapkan besaran subsidi transportasi umum di Jakarta saat ini mencapai hampir Rp 15.000 per orang, sehingga perlu ditinjau kembali agar tetap sejalan dengan kondisi fiskal daerah tanpa mengorbankan aksesibilitas layanan publik.Adapun pemangkasan dana transfer ke daerah, termasuk dana bagi hasil (DBH), membuat proyeksi APBD Jakarta 2025 turun signifikan dari Rp 95,35 triliun menjadi Rp 79,03 triliun.