Gedung Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2025). Foto: Amira Nada Fauziyyah/kumparanKomnas HAM merilis penilaian HAM untuk tujuh kementerian dan lembaga, salah satunya Polri. Terdapat sejumlah temuan oleh Komnas HAM untuk Polri, satu di antaranya terkait pembatasan hak berpendapat dan berekspresi.Menurut Komisioner Komnas HAM Abdul Harris, hal itu disebabkan kapasitas anggota Polri yang kurang."Polri telah memiliki landasan hukum untuk melindungi hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, namun interpretasi atas norma hukum yang sangat tekstual, normatif, dan kurangnya kapasitas anggota Polri dalam menerapkannya menyebabkan pembatasan hak secara berlebihan dan sewenang-sewenang," tutur Abdul di gedung Komnas HAM, Rabu (8/10).Pembatasan kebebasan berpendapat juga dilihat dari penggunaan UU ITE untuk menuntut individu yang mengkritik pemerintah. Serta adanya patroli siber."Undang-Undang ITE sering digunakan untuk menuntut individu atau pendapat atau kritik terhadap pemerintah, termasuk kebijakan patroli siber mengurangi kebebasan berpendapat dan berekspresi di media sosial atau internet," tutur Abdul.Adapun Komnas HAM memberikan penilaian HAM 2024 kepada Polri 57,8 dalam pemenuhan hak kebebasan berpendapat dan berekspresi. Nilai itu masuk dalam kategori rendah.Menurut Abdul, angka tersebut adalah rata-rata dari nilai yang diberikan ahli sebesar 57,2 dan nilai yang diberikan Komnas HAM sebesar 58,8. Penilaian dilakukan terhadap enam elemen, dengan rincian sebagai berikut:Hak menyatakan pendapat di muka umum: 61,6Hak menyatakan pendapat dalam pidato politik: 52,0Hak ekspresi simbolik: 57,0Hak atas kebebasan akademik: 54,9Hak atas akses informasi: 65,4Hak atas ekspresi seni, 52,1Komnas HAM juga mencatat Polri masih menjadi institusi paling banyak diadukan terkait pelanggaran HAM secara umum ke Komnas HAM pada 2021-2023. Pada periode tersebut, terdapat pula 28 pengaduan dugaan pelanggaran hak berpendapat dan berekspresi.Komnas HAM merekomendasikan agar Polri meningkatkan pemahaman HAM di semua tingkatan, tidak menggunakan kekuatan berlebihan terhadap individu yang menyampaikan pendapat, serta memperkuat perlindungan terhadap jurnalis, aktivis, pembela HAM, dan individu yang menyuarakan pendapat kritis tentang isu publik.Temuan serupa muncul pada Kementerian Komunikasi dan Digital yang meraih skor 58. Abdul mengatakan temuan utama Komnas HAM dalam penilaian tersebut ialah adanya kesenjangan regulasi terkait pelindungan hukum kebebasan berekspresi, sedangkan untuk proses implementasi belum merata dan responsif. Banyak pengaduan terkait pelanggaran hak digital."Pengaduan terus meningkat terkait pelanggaran hak digital, tantangan kriminalisasi atas ekspresi, hak berekspresi di ruang digital, penghapusan konten secara sewenang-wenang dan akses internet dan literasi digital rendah di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal)," tutur Abdul.Oleh karena itu, Komnas HAM merekomendasikan revisi kebijakan agar selaras dengan prinsip HAM. Kemudian peningkatan literasi digital publik, perluasan akses jaringan di wilayah 3T, dan pembentukan mekanisme pemantauan independen terhadap kebijakan digital.