Foto: IstimewaJAKARTA - Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai penerbitan obligasi daerah harus dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal masing-masing daerah. Menurutnya, pemerintah daerah (pemda) baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, perlu memastikan kemampuan membayar kembali utang sebelum menerbitkan obligasi. Dia menambahkan, jika pendapatan asli daerah (PAD) kuat, obligasi dapat menjadi sumber pembiayaan pembangunan, namun jika PAD lemah, penerbitan obligasi justru dapat membahayakan kondisi keuangan daerah di masa depan. "Jika memiliki PAD yang kuat, bisa saja daerah menerbitkan obligasi untuk pembiayaan pembangunan saat ini. Tapi jika tidak memiliki sumber penerimaan daerah yang kuat, ya jangan berani untuk menerbitkan obligasi. Hal tersebut dikarenakan dalam jangka menengah dan panjang akan ada pos pembayaran untuk membayar bunga hutang," jelasnya kepada VOI, Selasa, 7 Oktober. Menurutnya, obligasi daerah berbeda dengan pinjaman ke PT SMI saat pandemi Covid-19 yang bunganya rendah, karena obligasi akan bersaing dengan instrumen investasi lain, sehingga bunganya harus kompetitif. Dia mencontohkan, jika Pemprov DKI Jakarta ingin menerbitkan obligasi, maka perlu menawarkan imbal hasil di atas 7 persen agar lebih menarik dibandingkan suku bunga deposito yang menurun dan suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) yang masih tinggi di kisaran 6 persen "Begitu juga dengan saat ini harga emas yang tengah meningkat tajam, bisa menjadi tantangan obligasi daerah," jelasnya. Lebih lanjut, Huda menjelaskan, wacana penerbitan obligasi daerah ini muncul sebagai respons atas pemotongan anggaran transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat, dan hal ini mendorong pemda untuk meningkatkan PAD melalui berbagai cara, termasuk utang. "Bagi daerah yang memiliki basis PAD yang kuat, hal tersebut tidak jadi masalah. Tapi bagi mereka yang mentok PAD-nya, maka pemda harus pintar mencari sumber pendanaan lainnya," jelasnya."Selain menaikkan tarif pajak daerah, Pun ada juga opsi daerah mengeluarkan utang daerah yang membuat keuangan daerah akan tertekan. Keuangan daerah tidak akan sustain jika keuangan daerah bertumpu pada hutang," tambahnya.Namun, ia mengingatkan, kebijakan berutang bukanlah solusi berkelanjutan dan jika keuangan daerah terlalu bergantung pada utang, kapasitas fiskal akan menyempit dan mengancam keberlanjutan keuangan daerah itu sendiri."Utang daerah pun akan berakibat pada kapasitas fiskal daerah akan semakin menyempit ke depan. Maka saya rasa pilihan hutang daerah bukan kebijakan yang bijak dan berbahaya bagi keuangan daerah ke depan," tegasnya.