Beberapa jenis tumbler dari merek-merek terkenal yang digemari. Foto dari Penulis.Sejujurnya, awalnya saya mengira tumbler hanya untuk orang yang mau repot. Membawa botol besar ke mana-mana terasa merepotkan, lebih praktis membeli minuman saat haus. Namun, belakangan saya menyadari semakin banyak orang membawa tumbler. Di pusat perbelanjaan, sekolah, tempat wisata, bahkan halte atau terminal.Ini tampaknya bukan sekadar tren sesaat. Kini, semakin banyak orang mengoleksi tumbler berbagai merek, bentuk, ukuran, dan warna. Penggunaannya, terutama di kalangan anak muda di kantor, kampus, dan sekolah, telah menjadi budaya populer yang terkait dengan gaya konsumsi masa kini.Tumbler di Kedai Kopi sebagai Wujud Tanggung Jawab Sosial dan Media PromosiTren tumbler meningkat pesat setahun terakhir, meskipun kedai kopi di Indonesia sudah menjamur sejak beberapa tahun lalu. Hampir semua kedai kopi sekarang menawarkan diskon untuk pelanggan yang membawa tumbler sendiri. Bahkan kedai kopi ternama seperti Starbucks, Excelso, Kopi Kenangan, dan J.CO, memberikan diskon 20% hingga 50% pada tanggal-tanggal tertentu, sebagai bagian dari promosi sekaligus menjadi bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan untuk mengurangi sampah dari kemasan minuman. Strategi ini cukup pintar, karena pelanggan senang mendapat diskon untuk minuman favorit mereka, sementara kedai kopi mendapat promosi gratis setiap kali tumbler mereka dibawa ke mana-mana.Contoh promosi diskon harga minuman jika membawa tumbler sendiri. Foto dari Penulis.Bagian dari Gaya Hidup ModernTumbler kini bukan hanya wadah minum, tetapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup modern. Banyak orang mengoleksi tumbler dari merek kedai kopi terkenal seperti Starbucks, yang setiap kali merilis edisi terbatas langsung diserbu pembeli. Kopi Kenangan juga sempat viral dengan tumbler edisi kolaborasi yang habis dalam hitungan jam.Sekarang banyak bermunculan merek impor yang berfokus pada pembuatan tumbler dengan desain unik dan berkualitas tinggi. Misalnya tumbler merek Chako Lab yang berbentuk lucu dan menggemaskan dengan harga hingga Rp500.000, tetapi tetap diminati. Dengan konsep berbeda, tumbler mereka juga tersedia dalam kapasitas besar melebihi 1 liter, sehingga membantu pencapaian target minum 2 liter air per hari.Contoh tumbler kekinian dengan bentuk unik dan lucu. Foto dari Penulis.Sepertinya, kini tumbler juga menjadi cara seseorang menunjukkan kepribadian dan status sosial yang ingin ditampilkan. Membawa tumbler premium seperti merek Corkcicle, Stanley, atau Owala dengan harga tinggi, membuat orang dianggap memiliki selera bagus dan mampu membeli barang berkualitas. Merek-merek ini menawarkan tumbler dengan desain unik dan estetis, dilengkapi teknologi insulasi ganda yang menjaga minuman tetap panas atau dingin jauh lebih lama. Media sosial sangat berpengaruh dalam hal ini, banyak influenser yang memperlihatkan tumbler sebagai bagian dari gaya hidup mereka di berbagai platform media sosial. Contohnya adalah salah satu merek tumbler eksklusif yang sempat viral karena digunakan Nagita Slavina saat berbagai kegiatan dan sering terekspos di media sosial. Tak lama kemudian, para pengikutnya segera berburu tumbler merek tersebut.Gerakan yang Kecil Menuju Dampak yang BesarHampir dua tahun terakhir, saya menjadi anggota klub Bye Bye Plastic Bag di sekolah yang berfokus pada peningkatkan kesadaran anak muda tentang polusi plastik. Dari situ, saya sering membaca berbagai berita terkait sampah plastik dan semakin sadar akan dampak negatifnya.Ternyata, satu botol plastik membutuhkan ratusan tahun untuk terurai sempurna. Bayangkan, botol yang dibuang kemarin masih ada hingga cucu dan cicit kita lahir. Produksi botol plastik juga menghasilkan emisi karbon cukup besar, sekitar 82 gram CO2 per botol. Jika menggunakan satu botol setiap hari, dalam setahun kita sudah menyumbang puluhan kilogram emisi karbon hanya dari botol minum plastik.Sejak aktif di klub, saya lebih konsisten membawa tumbler. Alasannya bukan lagi sekadar ingin berhemat atau mengikuti tren, melainkan karena tidak ingin menambah masalah yang sudah ada. Saya sadar, kontribusi saya kecil dan satu orang saja tidak akan berpengaruh banyak. Namun, jika banyak orang berpikir begitu, tidak akan ada perubahan sama sekali. Setidaknya, saya sudah berusaha memulai dari hal kecil.Dari Premium hingga Terjangkau, Ada Pilihan untuk SemuaYang sering membuat orang enggan menggunakan tumbler adalah anggapan harganya mahal. Memang, tumbler bermerek seperti Hydro Flask, Owala atau Stanley bisa mencapai jutaan rupiah. Namun, sebenarnya kita tidak harus membeli yang mahal.Sekarang banyak pilihan tumbler lokal berharga terjangkau dengan desain bagus di toko daring maupun toko biasa. Saya sempat khawatir bagian dalamnya terbuat dari aluminium, yang disebut tidak sehat untuk wadah minum karena bisa bereaksi dengan minuman panas atau asam.Sebelum membeli, saya menanyakan kepada penjual apakah material bagian dalam tumbler yang dijual aman dan bebas BPA. Penjual cukup responsif dan menunjukkan foto bagian dalam tumbler, di mana terlihat cetakan timbul bertuliskan SUS304 yang berarti material stainless steel, bukan aluminium, serta bebas BPA sehingga aman digunakan. Saya juga mencari informasi mengenai SUS304, dan ternyata material ini memang standar stainless steel yang aman untuk kontak dengan makanan atau minuman. Akhirnya, saya membeli dua buah tumbler lucu dengan harga terjangkau tetapi kualitasnya cukup baik. Jadi tidak ada alasan untuk mengatakan tidak mampu membeli tumbler.Sekarang Mudah Mengisi Ulang di Mana-manaSekarang hampir semua kantor, perguruan tinggi, dan sekolah menyediakan dispenser air untuk isi ulang tumbler. Kedai kopi juga menerima pembelian minuman dengan tumbler sendiri, bahkan sering memberi diskon. Di sekolah saya, beberapa dispenser sudah dipasang khusus bagi guru dan siswa yang membawa botol atau tumbler sendiri.Tumblerku, Langkahku Menjaga LingkunganSudah beberapa bulan ini saya konsisten membawa tumbler ke mana-mana. Sejujurnya, ada kepuasan tersendiri setiap kali menolak plastik sekali pakai. Misalnya, saat di kedai kopi, ketika diberi gelas plastik, saya menolak karena sudah membawa tumbler sendiri. Atau ketika orang lain membeli air mineral dalam botol, saya cukup mengisi ulang tumbler saya. Rasanya seperti sudah melakukan sesuatu yang benar, meski kecil.Tumbler yang dibawa ke sekolah dan digunakan dalam berbagai kegiatan. Foto dari Penulis.Kalau ada yang bertanya apakah ini sekadar tren atau memang gerakan yang bermanfaat, menurut saya hal itu tergantung pada masing-masing orang. Kalau hanya membeli tumbler mahal untuk dipamerkan di media sosial, kemudian tidak digunakan, sama saja tidak bermanfaat. Namun, jika digunakan secara konsisten dan disadari sebagai bentuk kontribusi kecil untuk lingkungan, itu sudah sangat baik. Menurut saya, tren ini layak diikuti karena tidak merugikan, justru menguntungkan dari berbagai sisi. Bagi yang masih ragu, cobalah terlebih dahulu, siapa tahu menjadi kebiasaan baik.