Kementerian BUMN jadi Badan Pengaturan: Akankah Perbaiki Kepercayaan Publik terhadap Perusahaan Pelat Merah?

Wait 5 sec.

Plt Menteri BUMN Dony Oskaria menyampaikan kata sambutan dalam acara perpisahan dan apresiasi kepada Menteri BUMN periode 2019-2025 Erick Thohir di Menara Danareksa, Jakarta, Jumat (19/9/2025). (ANTARA/Dhemas Reviyanto/YU)JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kini menjadi badan pengaturan setingkat kementerian. Keberadaan Badan Pengelola Investasi Danantara (BPI) Danantara kini telah memegang kendali penuh atas pengelolaan BUMN.Desas-desus soal masa depan BUMN akhirnya terjawab sudah, setelah kursi Menteri BUMN sempat kosong seusai Erick Thohir didapuk sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga dalam reshuffle Kabinet Merah Putih beberapa waktu lalu.Kursi yang kosong itu akhirnya diisi Wakil Menteri BUMN sekaligus Chief Operating Officer BPI Danantara Dony Oskaria sebagai pelaksana tugas.Kemudian, DPR mengesahkan perubahan keempat atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026 di Jakarta, Kamis (2/10/2025).Dengan adanya revisi ini, maka pimpinan badan pengelola BUMN tidak lagi dijabat menteri, melainkan Kepala Badan Pengaturan yang ditunjuk oleh Presiden Prabowo Subianto.Sejumlah tamu beraktivitas di dekat logo baru Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta. (ANTARA/Aprillio Akbar/nz)"Posisi Kepala BP BUMN itu tergantung Presiden, siapa yang ditunjuk. Itu kewenangan Presiden, tunggu saja dari Presiden," kata Waki Ketua Komisi VI DPR Andre Rosiade, seraya menambahkan bahwa posisi Kepala BP BUMN akan setara menteri."Lembaga ini juga masih setingkat menteri. Dia di bawah Presiden," lanjut Andre. Ia juga menyebut bahwa pegawai BUMN akan tetap berstatus pegawai negeri sipil.Status Kementerian BUMN yang kini ‘turun kelas’ menjadi badan pengelola menjadi perhatian sejumlah kalangan. Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menilai peran Kementerian BUMN memang semakin terkikis sejak BPI Danantara terbentuk.Peran Kementerian BUMN TerkikisPemerintah meresmikan Danantara pada 24 Februari 2025 untuk mengonsolidasikan aset-aset pemerintah melalui investasi jangka panjang yang kelak keuntungannya atau dividennya bisa digunakan untuk mendanai program pembangunan.Sebagai badan pengelola investasi, Danantara akan melakukan pengelolaan aset negara untuk membiayai proyek-proyek berkelanjutan di berbagai sektor strategis seperti energi terbarukan, pengembangan industri manufaktur, hilirisasi sumber daya alam, hingga ketahanan pangan.Namun pembentukan Danantara memunculkan kekhawatiran akan nasib BUMN. Keduanya dinilai memiliki fungsi yang tumpang tindih. Dalam sebuah kesempatan, Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira menyebut Kementerian BUMN termasuk salah satu yang mungkin saja dirombak, karena tugas-tugasnya sudah diambil alih Danantara.Senada, Direktur Ekonomi CELIOS Nailul Huda menilai peran Kementerian BUMN semakin terkikis sejak peluncuran Danantara tujuh bulan lalu.Meski demikian, Huda beranggapan Kementerian BUMN masih memiliki peran penting sebagai perwakilan pemerintah yang memegang saham Seri A Dwiwarna.Untuk itu, Huda mempertanyakan saat Kementerian BUMN bertransformasi sebagai badan apakah nantinya saham seri A Dwiwarna ini akan diberikan kepada badan tersebut atau dialihkan kepada BPI Danantara."Sedangkan Danantara tidak mempunyai kewenangan dalam hal regulasi BUMN," kata Huda.Lebih lanjut, menurut Huda status badan ini masih strategis jika bertanggung jawab langsung dibawah presiden. Menjadi hal berbeda jika badan ini akan bertanggung jawab kepada BPI Danantara ataupun Kementerian lain."Tapi saya rasa kewenangan akan fully ke Danantara. Dengan kewenangan penuh, Danantara harusnya bisa bertindak sebagai institusi yang lebih profesional," ungkapnya.Terjebak InkompetensiMenteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan, revisi UU BUMN dilakukan untuk menjawab kegelisahan masyarakat. Dia bilang, terdapat sejumlah penyesuaian yang memerlukan revisi UU BUMN.Presiden Prabowo mengirimkan Surat Presiden kepada DPR supata pembahasan revisi UU BUMN segera bergulir. Salah satu poin yang digarisbawahi dalam usulan revisi itu terkait status Kementerian BUMN yang akan diturunkan menjadi Badan Penyelenggara BUMN."Untuk mengoptimalkan pengelolaan BUMN dibutuhkan transformasi kelembagaan guna memberikan kontribusi bagi perkembangan perekonomian nasional. Oleh karena itu, kebijakan tersebut hanya dapat dilakukan dengan melakukan perubahan UU BUMN," kata Prasetyo.Perusahan-perusahaan BUMN terus menjadi sorotan setidaknya setahun terakhir ini. Mulai dari sejumlah kerugian yang dialami perusahaan pelat merah, sampai praktik rangkap jabatan komisaris dengan wakil menteri yang mendapat kritik berbagai pihak.Bhima Yudhistira menuturkan, perusahaan pelat merah saat ini seperti terjebak pada inkompetensi dan politik. Alih-alih menjadi motor penggerak ekonomi, BUMN berisiko berubah menjadi beban negara akibat tata kelola yang buruk, penunjukan komisaris dengan mengabaikan meritokrasi, serta rangkap jabatan pejabat negara.Kondisi ini, kata Bhima, tidak hanya berpotensi menimbulkan pemborosan, tetapi sekaligus mengikis kepercayaan publik dan investor terhadap profesionalisme BUMN.“Ini semua akan berujung pada yang namanya BUMN failure. Gagalnya BUMN yang harusnya me-leverage ekonomi, tapi justru jadi beban, jadi pemborosan," tutur Bhima.Sejumlah Anggota DPR RI menghadiri Rapat Paripurna DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (2/10/2025). (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)Posisi komisaris yang seharusnya menjadi pengawas strategis dan memberi masukan teknis, justru ditempati oleh relawan politik atau mantan pembantu presiden yang dinilai tidak punya kompetensi di sektor terkait. Ini berakibat pada fungsi pengawasan yang menjadi tumpul dan tidak mampu memberikan arah bisnis jangka panjang.Rangkap jabatan juga makin merusak meritokrasi BUMN, sementara masih ada 1,4 juta pelamar yang harus bersaing ketat memperebutkan 2.000 posisi. Kursi komisaris dengan mudah diisi oleh orang dengan kedekatan politik. Kondisi ini, menurutnya, menimbulkan demoralisasi pegawai, memutus jenjang karier, dan menurunkan produktivitas."Yang sudah masuk ke BUMN melihat, ngapain kerja capek-capek, toh komisaris ditunjuk berdasarkan political appointee. Efeknya adalah demoralisasi dan turunnya produktivitas," jelas Bhima.Berdasarkan catatan CELIOS, praktik rangkap jabatan 35 menteri dan wakil menteri diperkirakan menimbulkan pemborosan hingga Rp2,1 triliun per tahun. Dana tersebut, seharusnya bisa dialokasikan untuk memperluas serapan tenaga kerja atau bahkan memperkuat industri pengolahan yang sedang terpuruk.