Pakar: Sebagian Besar Kasus Runtuhnya Bangunan Berawal dari Kelalaian Manusia

Wait 5 sec.

Pakar teknik sipil dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Ir Mudji Irmawan MT. Foto: Humas ITSAmbruknya bangunan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (29/9) lalu, menjadi pengingat penting akan perlunya pengawasan ketat dalam pembangunan gedung bertingkat.Menyikapi hal tersebut, pakar teknik sipil dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Ir Mudji Irmawan MT menekankan pentingnya penerapan standar keselamatan konstruksi serta keterlibatan tenaga ahli sejak tahap perencanaan sebuah bangunan.Dosen Departemen Teknik Sipil ITS tersebut menjelaskan, setiap pembangunan gedung bertingkat memiliki risiko tinggi apabila tidak didukung oleh perencanaan dan pengawasan yang sesuai kaidah teknik. Berdasarkan kajian lapangan, sebagian besar kegagalan struktur di Indonesia terjadi akibat lemahnya sambungan elemen dan pengawasan teknis yang tidak optimal.“Sebagian besar runtuhnya bangunan berawal dari kelalaian manusia dalam proses konstruksi,” ungkapnya, Selasa (7/10) sore.Lebih lanjut, Mudji menilai bahwa kasus di ponpes Sidoarjo tersebut menjadi contoh penting tentang risiko pembangunan yang dilakukan secara bertahap atau gedung tumbuh tanpa perhitungan ulang kekuatan struktur. Proses tersebut dapat menyebabkan elemen-elemen seperti kolom dan balok menanggung beban berlebih di luar kapasitas desain awal.“Setiap penambahan lantai harus disertai perencanaan struktural yang baru, karena beban pada bagian bawah akan meningkat signifikan,” tuturnya.Sebagai langkah pencegahan, ahli teknik forensik dan investigasi kerusakan struktural tersebut menegaskan pentingnya penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) 2847 tentang perencanaan beton bertulang. Dalam standar ini, batas kekuatan beton dihitung maksimal sebesar 85 persen dari mutu material nominal untuk memberikan margin keamanan terhadap variasi mutu atau kesalahan di lapangan.“SNI telah mengatur faktor keamanan secara detail, dan jika diterapkan dengan disiplin, potensi kegagalan bisa ditekan seminimal mungkin,” paparnya.Tak hanya pada aspek teknis, ia juga menyoroti pentingnya pemenuhan legalitas pembangunan seperti Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang memastikan struktur telah diverifikasi oleh pihak berwenang. Menurutnya, kelalaian dalam mengurus perizinan sering kali membuat proyek berjalan tanpa pengawasan teknis yang semestinya.“Perizinan bukan formalitas, tetapi bentuk tanggung jawab untuk melindungi keselamatan pengguna bangunan,” tegasnya.Sebagai bentuk kontribusi akademik, ITS membuka ruang kolaborasi antara masyarakat dan perguruan tinggi untuk meningkatkan keamanan fasilitas publik. Melalui kegiatan konsultasi dan pengabdian kepada masyarakat, ITS siap memberikan pendampingan teknis bagi lembaga pendidikan atau pesantren yang tengah merencanakan pembangunan.“Kami siap membantu siapa pun yang ingin memastikan bangunannya aman secara teknis tanpa dipungut biaya,” tandas Mudji memastikan.Ia menambahkan, koordinasi antara akademisi, pemerintah daerah, dan masyarakat perlu diperkuat agar setiap pembangunan memenuhi standar keamanan nasional.“Keselamatan harus menjadi prioritas utama dalam setiap proses pembangunan, bukan sekadar pelengkap,” pungkasnya mengingatkan.