Ilustrasi Perempuan yang bersedih : FreepikKaum perempuan akan sepakat jika hatinya adalah samudra biru yang terbentang luas: menyimpan kekayaan cinta, doa, dan juga luka. Saat badai berupa kesedihan datang, ia tidak berhenti pada jiwanya, melainkan turut mengguncang raganya. Rasa kantuk pun berubah menjadi gelisah, senyuman terasa sulit dilengkungkan, dan perlahan semangatnya kian meredup. Namun, siapa sangka, justru dalam kelembutan hati yang Allah titipkan pada perempuan tersimpan kekuatan yang tak selalu dimengerti oleh dunia.Kesedihan yang dialami perempuan tidak sebatas pada air mata yang jatuh. Ia akan terus bergerak ke lubuk terdalam—dari tetesan yang membasahi pipi pergi menuju detak jantung yang berdebar resah, lalu merambat ke hati yang terhimpit sesak, hingga mengacaukan kestabilan hormon, menggelapkan area lingkar mata, mengurangi kelembapan serta elastisitas kulit, bahkan mengganggu setiap helaan napas dalam hidupnya. Fakta sains membuktikan bahwa kesedihan memang bekerja demikian: ia bukan sekadar perasaan abstrak, melainkan reaksi biologis yang nyata.Ketika seseorang larut dalam kesedihan, otak bagian amigdala—pusat emosi—mengirim sinyal bahaya ke seluruh tubuh. Hormon stres seperti kortisol meningkat, membuat jantung berdebar lebih cepat, pernapasan menjadi pendek, dan otot menegang. Dalam jangka panjang, kadar kortisol yang tinggi dapat mengganggu sistem endokrin, menurunkan serotonin dan dopamin yang mengatur suasana hati. Itu sebabnya kesedihan sering membuat tidur terganggu, kulit tampak kusam, rambut rontok, hingga siklus menstruasi berantakan.Laporan Journal of Psychiatric Research (2021) menegaskan bahwa kesedihan yang mendalam pada perempuan lebih sering meninggalkan bekas biologis dibanding laki-laki, karena interaksi antara hormon reproduksi (estrogen dan progesteron) dengan sistem saraf pusat. Itulah mengapa kesedihan seorang perempuan bukan hanya terlihat dari air matanya, melainkan juga terasa dalam seluruh kehidupannya.Di tengah kesedihan, Al-Qur’an sudah lama menghadirkan penawar kesejukan. Maryam, perempuan suci, pernah berada di titik rapuh saat melahirkan sendirian. Dalam keputusasaan itu, Allah berfirman:“Janganlah engkau bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu.” (QS. Maryam [19]: 24)Bukan hanya Maryam, kisah ibunda Nabi Musa juga menggambarkan betapa beratnya kesedihan seorang ibu yang harus merelakan bayinya dihanyutkan ke sungai. Allah berfirman:“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, ‘Susuilah dia. Apabila engkau khawatir terhadapnya, maka hanyutkanlah dia ke sungai, dan janganlah engkau takut dan jangan pula bersedih hati. Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya salah seorang dari rasul-rasul.’” (QS. Al-Qashash [28]: 7)Dan benar adanya, janji itu ditepati:“Maka Kami kembalikan dia (Musa) kepada ibunya agar senang hatinya dan tidak bersedih, dan agar dia mengetahui bahwa janji Allah itu benar. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya.” (QS. Al-Qashash [28]: 13)Kedua kisah ini menunjukkan bahwa Allah sangat memahami kesedihan perempuan. Maryam diberi ketenangan, sedangkan ibu Musa diberi kepastian. Air mata mereka tidak pernah sia-sia, bahkan menjadi bagian dari ayat-ayat agung-Nya.Sains modern pun menegaskan sisi lain dari hal ini. Harvard Medical School (2020) menemukan bahwa dukungan emosional dan keyakinan spiritual dapat menurunkan kadar kortisol hingga 30%, memperbaiki kualitas tidur, serta meningkatkan daya tahan tubuh. Begitu pula penelitian American Psychological Association (2021) menyebutkan bahwa daya lenting (resilience) perempuan tumbuh bukan dari menekan kesedihan, melainkan dari keyakinan bahwa ada makna, harapan, dan pegangan yang lebih besar di balik penderitaan.Rasulullah ﷺ bersabda:“Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah, kepayahan, sakit, kesedihan, gangguan, bahkan duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapus sebagian dari kesalahannya karenanya.” (HR. Bukhari & Muslim)Sains menyebut air mata sebagai cara tubuh melepaskan hormon stres dan membuang racun dalam tubuh, sementara petunjuk Ilaihi menyebut air mata sabar sebagai jalan menuju rahmat. Dua bahasa yang berbeda, tetapi bertemu pada satu makna bahwa air mata perempuan bukan kelemahan, melainkan jalan menuju cahaya.Kesedihan perempuan memang bisa datang seperti musim dingin: dingin, sunyi, dan membekukan langkah. Namun, sebagaimana setiap musim, ia tak pernah abadi. Di balik dingin yang menggigilkan hati, Allah telah menyiapkan semi—tempat bunga kembali mekar, dan cahaya kembali hangat.Air mata perempuan mungkin jatuh diam-diam, tetapi ia tidak akan pernah berujung sia-sia. Ia adalah doa yang tersembunyi, bisikan yang selalu didengar langit, dan tanda bahwa hati masih hidup. Sebab, setiap kesedihan yang dijalani dengan sabar adalah jalan pulang menuju pelukan Yang Maha Penyayang, menuju janji yang tak pernah ingkar.