Gratifikasi Batu Bara Rita Widyasari: KPK Panggil Bos Asal India, Keberadaannya Belum Diketahui

Wait 5 sec.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo (DOK Wardhany Tsa Tsia/VOI) JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap warga negara asing (WNA) asal India, Sankalp Jaithalia, sebagai saksi dalam kasus dugaan gratifikasi terkait tambang batu bara yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari. Sankalp diketahui menjabat sebagai Director Finance Archean International sekaligus Chairman Indonesia Chapter of ICAI. Pemeriksaan dijadwalkan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis, 9 Oktober.  “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis kepada wartawan. Namun, hingga saat ini penyidik masih mencari keberadaan Sankalp. Menurut Budi, keterangan yang bersangkutan dibutuhkan untuk memperjelas dugaan korupsi yang tengah dikembangkan oleh penyidik KPK. “Sampai dengan saat ini, penyidik juga masih terus mencari keberadaan yang bersangkutan, termasuk tim pengacaranya,” ujarnya. Budi menegaskan, keterlibatan Sankalp dalam proses hukum ini sangat penting untuk membuka terang perkara dugaan gratifikasi metrik ton batu bara di wilayah Kutai Kartanegara. “Artinya memang keberadaan dan kehadiran yang bersangkutan dibutuhkan oleh penyidik,” ucapnya. Budi juga mengingatkan agar Sankalp bersikap kooperatif. “Kami berharap saksi dimaksud dapat kooperatif dan memenuhi panggilan penyidik,” katanya. Sebelumnya, KPK terus menelusuri dugaan korupsi terkait ekspor batu bara yang menyeret nama Rita Widyasari. Lembaga antirasuah itu menduga ada penerimaan uang per metrik ton dari kegiatan eksplorasi batu bara yang diduga diterima oleh Rita. Penyelidikan ini juga menjadi pintu masuk bagi KPK untuk mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dalam kasus tersebut, Rita telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Khairudin, Komisaris PT Media Bangun Bersama, sejak 16 Januari 2018. Keduanya diduga mencuci uang hasil gratifikasi proyek dan perizinan di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan total nilai mencapai Rp 436 miliar.  Rita kini tengah menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Pondok Bambu, Jakarta Timur, setelah divonis bersalah menerima gratifikasi senilai Rp 110,7 miliar dan suap sebesar Rp 6 miliar. Ia dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 6 Juli 2018.